HARI ORANGUTAN SEDUNIA: ORANGUTAN DI KALIMANTAN 2021

Orangutan merupakan satu-satunya primata besar endemik yang kini hanya tersisa di pulau Sumatera dan Kalimantan. Ketiga spesies orangutan masuk dalam daftar terancam kritis atau critically endangered (CR) dalam daftar International Union for Concervation of Nature and Natural Resources atau disingkat IUCN.

Kebutuhan ruang untuk pembangunan wilayah perkebunan skala besar, pertambangan, hutan tanaman industri serta infrastruktur menyebabkan adanya alih fungsi hutan yang kemudian berdampak pada tekanan populasi orangutan. Ini sebagai akibat dari habitat orangutan yang hilang.

Selain dari pada itu khususnya untuk Orangutan Kalimantan fakta di lapangan menunjukkan bahwa orangutan sering kali ditemui di luar kawasan lindung. Setidaknya dalam periode 2020-2021 saja COP mencatat ada 36 kasus orangutan yang muncul di wilayah kegiatan manusia. Mulai dari wilayah pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit, pemukiman masyarakat serta pinggir jalan di wilayah Kalimantan Timur.

Tingginya konflik Orangutan Kalimantan yang terjadi di wilayah Kalimantan Timur sudah sepatutnya menjadi perhatian oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam konservasi orangutan. COP berupaya keras untuk memberikan kesempatan kedua bagi keberlangsungan hidup orangutan.

Dalam satu tahun terakhir, selain mempertahankan habitat orangutan yang ada, Centre for Orangutan Protection tengah berupaya memetakan dan mengusulkan wilayah baru yang masih memiliki tutupan hutan yang cukup baik sebagai salah satu solusi terhadap semakin menyempitnya habitat Orangutan Kalimantan. Kedepannya wilayah ini menjadi lokasi pelepasliaran bagi orangutan dari Pusat Rehabilitasi serta tidak menutup kemungkinan menjadi rumah baru yang lebih baik bagi orangutan yang tergusur dari habitatnya dan membutuhkan translokasi dari wilayah yang memiliki tingkat konflik tinggi.

“COP membutuhkan dukungan dari berbagai pihak khususnya Kementrerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dapat segera merealisasikan rencana kawasan pelepasliaran yang baru. Agar konflik-konflik orangutan yang terjadi dapat diminimalisir serta pembangunan dapat selaras dengan upaya konservasi orangutan dan habitatnya”, jelas Arif Hadiwijaya, manajer perlindungan habitat orangutan COP. (RIF)

HARI ORANGUTAN SEDUNIA: PERDAGANGAN ILEGAL 2021

Sepanjang 2021, kasus perdagangan orangutan masih terus terjadi. Penilaian Centre for Orangutan Protection (COP) kejahatan menggunakan metode lebih modern (via online) dan terorganisir baik. Dalam catatan satu tahun terakhir sedikitnya 5 kasus perdagangan orangutan terjadi di Indonesia dari 7 individu orangutan yang berhasil diselamatkan, 6 diantaranya Orangutan Sumatera dan 1 Orangutan Kalimantan.

Semakin berkembangnya teknologi bagaikan dua mata pisau berbeda, bisa berbahaya mendukung kejahatan dan sebaliknya bisa membantu mendukung konservasi satwa. COP menyatat bisnis perdagangan orangutan sangat besar, sistematis dan terorganisir baik. Contoh harga bayi orangutan ketika masih di pulau Kalimantan atau Sumatera berkisar Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Kalau sampai di Jawa harga bisa menyentuh nilai puluhan juta. Akan beda lagi jika diseludupkan ke luar negeri, harganya bisa 10 kali lipat. Jadi, bisnis ini subur karena perputaran uang sangat besar.

Sepanjang 2021, COP bersama penegak hukum beberapa kali operasi penyitaan dan mendorong penegakan hukum seperti pada 21 Februari 2021 silam. Balai Besar BKSDA Yogyakarta dibantu COP mengevakuasi 2 individu bayi orangutan di Semarang, Jawa Tengah. Dua Orangutan Sumatera ini disinyalir adalah korban perdagangan orangutan lintas pulau.

Selain itu kasus perdagangan orangutan di Samarinda, kalimantan Timur pada tutup bulan April 2021, Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Mabes Polri dibantu COP dan OIC menggerebek pedagang satwa di Samarinda. Tim menangkap pedagang bernama Max dan mengamankan 1 individu bayi orangutan betina yang ditaruh dalam ember kecil di bagasi mobil. Saat ini kasus masih berjalan di pengadilan. Untuk orangutan tersebut kini telah mendapatkan perawatan penuh di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur.

Praktik perburuan dan perdagangan orangutan hingga kini terus terjadi di Indonesia. Utamanya satwa tersebut dijadikan peliharaan atau hewan koleksi oleh orang-orang dari kalangan berkantong tebal. “Pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas dan berani adalah satu-satunya cara agar kasus kejahatan pada satwa liar berkurang”, kata Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

“Perdagangan satwa liar yang dilindungi merupakan usaha yang menguntungkan dan beririsan dengan tindak pidana pencucian uang. Pelaku kejahatan perdagangan satwa liar dilindungi sering menyamarkan hasil tindak pidananya dari aparat hukum. Penegak hukum lebih sering menuntut sanksi pidana maksimal saja tidak mencantumkan sanksi minimal. Penggunaan Undang-Undang lain seperti UU tentang pencucian uang bisa menjadi alternatif tambahan untuk memberitakan tuntutan yang lebih berat kepada para pelaku kejahatan ini”, jelas Satria lagi.

Centre for Orangutan Protection berharap, pemerintah menetapkan kejahatan satwa liar menjadi prioritas penanganan juga. Kejahatan terhadap satwa liar adalah kejahatan serius. (SAT)

APE WARRIOR BANTU TERNAK TERDAMPAK COVID-19

Puluhan warga dusun Suruh, Argomulyo, Cangkringan, Sleman dikabarkan terpapar COVID-19. Keputusan lockdown dusun pun diambil oleh perangkat desa setempat. Beberapa warga tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari karana harus melakukan isolasi mandiri. Para peternak pun kebingungan untuk menghidupi hewan ternaknya yang harus tetap diberi makan setiap hari. Tujuh peternak beserta keluarganya yang terpapar COVID-19 dengan jumlah total 62 kambing, 1 sapi dan 300 itik membutuhkan dukungan dalam menjalani isoman.

Dinas Peternakan Sleman bersama tim APE Warrior COP yang biasa turun saat bencana alam terjadi tidak bisa tinggal diam begitu saja. Jumat, 13 Agustus 2021 dengan dibantu Orangufriends Jogja melakukan droping pakan hijau ke dusun tersebut. “Kami membantu hewan ternak yang secara tidak langsung terdampak pandemi COVID-19 ini. Kurang lebih 4 kuintal pakan telah didistribusikan ke warga untuk memenuhi kebutuhan hewan-hewan peliharaannya selama 1 hari”, ujar Satria Wardhana, kapten APE Warrior.

Dampak dari pandemi COVID-19 tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum, satwa-satwa yang hidup berdampingan dengan manusia juga dapat imbasnya. Kegiatan ini akan berlangsung terus untuk beberapa hari ke depan sampai warga selesai menjalani isoman dan dapat kembali beraktivitas.

Centre for Orangutan Protection sejak tahun 2010 memiliki tim yang selalu siap membantu masyarakat khususnya satwa baik itu peliharaan atau liar dalam menghadapi bencana alam, tim APE Warrior namanya. Tugas pertama APE Warrior saat itu adalah membantu warga dan satwa terdampak meletusnya gunung Merapi di daerah Sleman, Yogyakarta. Sepanjang sepuluh tahun terakhir ini tak hanya membantu paska letusan gunung Merapi, Kelud, Sinabung dan Agung saja. Pada saat tsunami dan likuifaksi di Palu, gempa di Aceh, banjir maupun tanah longsor di Jawa Barat hingga Jawa Timur serta bencana alam lainnya di tanah air.

“Wabah virus Corona menjadikan tim ini lebih solid dan matang. Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Protokol yang harus dijalankan juga tidak bisa disama-ratakan. Ada rambu-rambu yang wajib di setiap bencana yang harus tim patuhi. Komunikasi lintas pihak juga harus dibangun. Terimakasih atas kepercayaan berbagai pihak pada Centre for Orangutan Protection sehingga kami bisa terus membantu satwa dan menjalankan misi kemanusiaan ini”, tambah Satria Wardhana lagi. (SAT)