PASAR HEWAN, COVID-19 DAN KESEHATAN MENTAL

Dampak pasar hewan yang kembali normal

Belum genap seminggu sejak diangkatnya kebijakan lockdown di Tiongkok, namun pasar-pasar basah yang menjual berbagai jenis daging dan hewan hidup termasuk satwa liar sudah kembali berjalan normal. Meski diyakini bahwa virus corona yang kini makin menyebar ke berbagai penjuru dunia berasal dari pasar hewan di Wuhan, hal ini tidak menyurutkan niatan para penjual untuk tetap memperjualbelikan satwa-satwa liar. Berbagai media pun melaporkan bahwa mereka masih melihat adanya kelelawar-kelelawar yang diperjualbelikan di pasar dan toko obat-obatan.

Tak hanya kelelawar, berbagai satwa domestik seperti anjing dan kucing yang sudah dilarang untuk perdagangkan dagingnya di berbagai negara dan daerah pun masih terlihat di pasar-pasar ini. Dan hal ini tidak hanya menyebabkan perdebatan sengit mengenai kesehatan manusia terkait dengan penyebaran virus tetapi juga kesejahteraan dari satwa-satwa itu sendiri.

Ekonomi memang adalah salah satu faktor yang menjadi penentu, terutama setelah diterapkan peraturan lockdown yang praktis menghentikan perputaran ekonomi di masyarakat. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah bersama baik bagi pemerintah dan masyarakat dari berbagai kalangan untuk menemukan jalan keluar yang menguntungkan satu sama lain. Entah apakah dengan kembali menyadarkan masyarakat untuk menghentikan dan mengubah budaya atau tradisi yang merugikan atau dengan membuat peraturan-peraturan yang lebih ketat. Karena tentunya bila hal ini terus berlanjut maka bukan tidak mungkin pandemik global seperti kasus Covid-19 ini dapat kembali merebak dan merugikan banyak orang tidak hanya secara fisik tetapi juga secara mental.

Covid-19 dan kesehatan mental

Sayangnya pandemik global akibat Covid-19 ini diketahui tidak hanya merengut nyawa orang-orang yang terjangkit, tetapi juga dapat menyebabkan orang-orang yang sebenarnya sehat secara fisik menjadi sakit secara mental.  Besarnya ketakutan dan kecemasan yang tersebar akibat adanya virus ini membuat banyak orang terpengaruh. Terutama dengan adanya kebijakan-kebijakan isolasi dan karantina yang mengharuskan orang-orang memutuskan koneksi dengan dunia luar dan harus menghadapi virus ini sendirian.

Beruntung bagi orang-orang yang memiliki keluarga di rumah sehingga masih dapat melakukan sosialisasi secara minimum. Namun bagi orang-orang yang tinggal sendiri ataupun terpisah dari keluarga dan orang terdekat tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri. Hal ini terbukti dari studi-studi sebelumnya terkait epidemik seperti saat SARS, MERS, Influenza, dan Ebola beberapa tahun lalu. 

Dari beberapa studi, dijabarkan beberapa gangguan yang dialami oleh orang-orang saat sebuah epidemik dan pandemik terjadi. PTSD atau post traumatic stress syndrome, gangguan pola tidur, gangguan pola makan, dan kecemasan serta ketakutan berlebih. Hal ini tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjangkit virus, tetapi juga orang-orang atau masyarakat secara umum. Namun kecemasan dan pengaruh berbeda dapat dialami oleh para petugas-petugas medis dan kesehatan.

Pandemik seperti ini yang menyebar dengan cepat dan menjangkiti ratusan orang dalam sehari dapat membuat para petugas medis kewalahan. Terlebih bila mereka berada dalam kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan seperti kurangnya fasilitas dan banyaknya jumlah pasien yang harus mereka tangani. Para petugas medis dalam kondisi ini akan sangat rentan mengalami stress dan depresi. Termasuk dengan adanya kecemasan akan adanya resiko mereka dan keluarga mereka juga dapat terjangkit virus dari pasien-pasien yang mereka tangani. 

Oleh karena itu kita harusnya bisa memahami bagaimana pergumulan para petugas medis yang berperang di garis terdepan. Mereka harus memberanikan diri mengambil resiko begitu besar untuk merawat orang-orang yang sakit. Maka satu hal yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat biasa adalah dengan terus memberikan dukungan baik secara materi untuk memperbaiki fasilitas yang ada ataupun secara mental. Secara mental berarti kita bisa terus memberikan dukungan berupa semangat dan keterbukaan untuk menerima keluhan-keluhan mereka. 

Menjaga kesehatan mental di tengah isolasi

WHO mempublikasikan beberapa himbauan untuk masyarakat untuk menjaga mental mereka tetap sehat selama isolasi. Beberapa diantaranya yaitu dengan tetap menjaga hubungan dengan lingkungan atau orang lain dengan memanfaatkan teknologi. Kemudian melakukan aktivitas-aktivitas yang menyehatkan di rumah seperti berolahraga atau aktivitas yang kita sukai dan dapat menenangkan pikiran. Selain itu dengan mengurangi paparan terhadap bacaan atau tontonan berita yang dapat membuat pikiran menjadi cemas dan stress.

Berada dalam isolasi juga sebenarnya memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki gaya hidup dan mencoba mempelajari hal-hal baru seperti memasak, berolahraga, mempelajari bahasa lain, menambah wawasan dengan membaca buku atau pengetahuan lainnya dan menyibukkan diri dengan mengadopsi hewan-hewan yang terlantar. Hal ini dapat menyibukkan pikiran kita agar tidak terlalu cemas dan tetap bisa terasah serta membantu lingkungan sekitar kita.

Begitu juga dengan para petugas medis, mereka harus lebih memperhatikan kesehatan diri dengan tetap menjaga kebersihan dan tidak melewatkan waktu tidur serta makan mereka. Karena pola tidur dan makan yang terganggu dapat menurunkan imunitas tubuh dan daya tahan terhadap stress serta kontrol terhadap emosi. Selain itu juga tidak memaksakan diri dan tetap berusaha untuk membagikan perasaannya dengan orang lain atau tidak memendam stress yang dirasakan.

Itulah beberapa pelajaran sederhana yang dapat kita ambil dari kejadian atau pandemik global saat ini. Hal ini membuat kita belajar bahwa manusia sebenarnya adalah makhluk yang begitu rentan baik secara fisik dan mental. Namun di sisi lain bila kita ingin melewati ini semua, kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan dan menjadikan ini sebagai titik balik. Titik balik untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik dan bijak untuk membawa kebaikan bagi sesama dan lingkungan sekitarnya. (LIA)

Comments

comments

You may also like