SAYA DAYAK DAN IKUT COP SCHOOL

Saya dilahirkan di kota Sintang dan menjalani masa kecil di kampung Laung, Kapuas Hulu. Saya besar di kaki bukit Merangat dan mandi di sungai Batang Seberuang. Sejauh ini saya masih hafal bau getah karet yang menempel di punggung saat kami memikulnya dari kebun dan dibawa ke desa Seneban. Saya meninggalkan kampung Laung hanya supaya saya bisa menerjemahkan cover buku Sinar Dunia 32 lembar.

Perjalanan mengantarkan saya lebih dalam dan jauh ke dunia yang bahkan saya tidak pernah bayangkan. Semua dimulai dari taik/kotoran ayam di kandang yang jumlahnya 20 karung setiap hari yang saya ambil. Namun karena joroknya taik ayam saya dipercaya untuk membersihkan kandang orangutan setiap hari, alasannya sederhana karena saya tidak jijik dengan banyak macam jenis taik. Bersama taik-taik di kandang saya mulai belajar banyak hal, mulai dari penanganan orangutan, membangun kandang, sekolah hutan orangutan, hingga politik konservasi.

2011 masih berbekalkan kemampuan menangani permasalahan taik, saya mengikuti COP School Batch 1. Saya hanya berani duduk di pinggir ruangan karena memang tidak ada yang saya pahami selain taik di kandang dan hutan tempat saya tinggal dulu. Sampai saya menyadari bahwa hutan tempat saya tinggal sedang dihancurkan. Bermodalkan pengalaman tentang taik saya bersumpah akan menyelamatkan hutan yang sudah menyelamatkan saya sewaktu kecil melalui sebuah ladang yang menjadi beras, lewat sungai yang mengantarkan saya ke SD, melalui ikan lauk yang saya sukai, dan melalui karet yang membelikan buku dan baju sekolah saya.

Saya menjelajahi Borneo untuk menceritakan kepada siapa pun, bah orang dayak kita harus menyelamatkan roh hutan kita sebelum ia hilang bersama ekskavator perusahan. Saya mengabdikan hidup saya untuk masyarakat, hutan dan isinya karena saya masih orang DAYAK. Oleh karena itu saya berharap ada lebih banyak orang dayak bisa ikut COP School. Malu kita yang bilang penyelamatan hutan Kalimantan selalu orang Jawa. (NUS)

Comments

comments

You may also like