ORANGUTAN FEST JOGJA 2021

Sabtu sore menjelang malam, di halaman depan pintu masuk para tamu undangan tampak berswafoto di sebuah bilik yang bergambar orangutan. Memasuki pintu masuk galeri, bisa dijumpai lukisan-lukisan dan pada dinding ruang tengah terdapat ragam foto berjejer menggambarkan kondisi bencana alam yang terjadi di Indonesia. Karya-karya tersebut merupakan rangkaian acara Orangutan Fest dengan tema “Penyelamatan Satwa Pasca Bencana”.

Orangutan Fest adalah acara yang dikoordinir Orangufriends Jogja bersama dengan Royal House Art Space pada tanggal 20 November kemarin. Orangufriends merupakan kelompok relawan Centre for Orangutan Protection, sedangkan Royal House adalah sebuah wadah seni atau galeri seni rupa yang berada di Jalan Gito Gati, Ngaglik, Sleman. “Sayangnya, acara ini tertutup dan terbatas pada undangan perwakilan komunitas yang ada di Yogyakarta”, ujar Satria Wardhana, kapten APE Warrior COP.

Kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penanganan satwa pada saat kondisi bencana. Owi yang sebagai ketua panitia acara menyampaikan bahwa ada makhluk hidup selain manusia yang juga butuh pertolongan saat bencana alam terjadi. Selain satwa ternak yang menjadi nilai ekonomi masyarakat, satwa peliharaan seperti anjing dan kucing juga banyak yang tidak tertangani karena ditinggalkan pemiliknya mengungsi. Hal inilah yang mendasari tim relawan satwa untuk tergerak melakukan kegiatan di saat bencana terjadi.

Selain pameran foto, acara ini juga diisi pementasan Tari Burung Enggang, diskusi buku “Animal Disaster Relief” dan ditutup dengan pementasan Wayang Orangutan. Panitia juga melakukan live acara melalui akun jejaring sisial instagram COP dan favebook Royal House. Menurut Owi, acara ini menjadi media yang paling tepat saat ini, karena pembatasan keramaian masih diberlakukan di Yogyakarta. Lewat media online acara ini juga diharapkan bisa tersebar secara luas dan dapat menjangkau lebih banyak orang. (SAT)

POSYANDU ORANGUTAN, BERANI KEMBALI MEMBUAT ULAH

Sabtu, 21 November 2021, Posyandu Orangutan kembali dilaksanakan khusus orangutan muda peserta sekolah hutan. Posyandu ini bertujuan untuk memantau perkembangan dan pertumbuhan orangutan muda di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Pengambilan data yang dimaksud adalah penimbangan berat badan, pengukuran panjang dan lingkar tiap anggota tubuh tertentu serta penghitungan jumlah gigi.

Pelaksanaan Posyandu hari itu langsung diawali dengan ulah nakal para orangutan jantan. Owi, Berani dan Happi dengan semangat berhamburan keluar kandang mengambil makanan di keranjang dan berusaha berjalan menuju lokasi sekolah hutan. Owi dan Happi bisa segera tertangani untuk dimasukkan kembali ke kandang. Namun orangutan Berani tidak bisa tertangkap karena terus naik pohon dan cenderung agresif ketika berusaha ditangkap dengan dipegang kakinya oleh perawat satwa.

Berani kembali membuat ulah setelah dua minggu yang lalu juga sempat tidak mau pulang hingga hari gelap ketika sekolah hutan. Ukuran tubuh yang sudah semakin besar serta perilaku yang sudah cenderung agresif mulai menyulitkan perawat satwa untuk membawa Berani keluar kandang. Karena sulit untuk dipanggil turun, Berani sementara dibiarkan beraktivitas di hutan sambil terus dipantau selama Posyandu Orangutan berlangsung. Pelaksanaan Posyandu Orangutan lainnya berjalan lancar, sambil diselingi dengan pemantauan orangutan Berani yang berpindah-pindah pohon.

Menjelang tengah hari, kurang lebih satu jam setelah Posyandu selesai, Berani baru bisa dibawa kembali ke kandang dengan cara dipancing menggunakan buah dan susu serta ditangkap paksa menggunakan jaring karena sulit ditangani untuk digiring pulang ke kandang. Sepertinya Berani sudah tidak sabar untuk segera hidup bebas di hutan. (RRA)

KOLA KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN (2)

Kola adalah orangutan dengan kepribadian tak seperti orangutan lainnya. Kola terlihat selalu penasaran dengan orangutan lainnya yang berada di samping kandangnya bahkan di seberang kandangnya. Dia memilih mengamati aktivitas orangutan-orangutan lainnya dari atas hammocknya. Kola juga jarang sekali membuat suara sebagai salah satu komunikasi antar orangutan.

Ternyata bukan kandang yang membuatnya memilih tidak berinteraksi dengan orangutan lainnya. Saat sekolah hutan diperbolehkan kembali dilaksanakan, setelah wabah Corona agak mereda, Kola pun memilih untuk sendirian. Kola memilih menjauh dari lokasi sekolah hutan dimana terdapat orangutan-orangutan lainnya yang juga bermain di sekolah hutan.

“Setiba di sekolah hutan, Kola berulang kali bergerak menjauh dari sekolah hutan. Dia tidak mau bergabung dengan orangutan lainnya. Memaksanya kembali seperti sia-sia. Akhirnya dia memanjat pohon yang tinggi. Kita sih was-was, mengingat dia pernah tidak berani turun karena memanjat pohon tinggi. Lumayan lama dia di atas, sembari mengamati orangutan lainnya. Kemudian dia turun dan berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Lega”, ujar Pambudi.

Kola pun menghampiri perawat satwa. Sepertinya dia sudah lelah berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lain hingga keluar lokasi sekolah hutan. “Saya pun menuntunnya ke lokasi sekolah hutan. Kali ini tanpa perlawanan. Namun Kola tak mau memanjat pohon ataupun bergabung bersama orangutan lainnya. Dia memilih berada di samping saya hingga waktu sekolah hutan berakhir. Syukurlah, saya tak perlu bermalam di sekolah hutan bersama Kola”, ucap Pambudi.

Para perawat satwa selalu merasa kawatir saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya menjadi orangutan yang pintar. Karena ketika orangutan tidak kembali ke kandang saat sekolah hutan usai, itu berarti perawat satwa harus menemani orangutan di lokasi yang sama, yaitu di sekolah hutan. Tapi juga menjadi sebuah kebanggaan, saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya pintar dan berhak pindah ke pulau pra-rilis, yaitu kelas lanjutan dimana campur tangan manusia menjadi sangat berkurang sekali dalam kehidupannya.

“Cukup, paling gak, saya bisa tidur tenang malam ini”. (PAM)