TIM ANIMAL RESCUE COP BANTU TERNAK DI ERUPSI SEMERU

Semeru kembali erupsi tepat setahun kemudian. Tim Animal Rescue yang baru saja pulang dari assesmen di Gempa Cianjur, Jawa Barat kembali bersiap menuju timur. Sebelumnya gempa di Gresik sempat membuat tim waspada dan terus mengikuti pemberitaan, berjaga jika hewan-hewan juga terdampak Gempa Gresik. Lega sesaat namun tim tetap turun untuk Semeru. Komunikasi dengan kontak lokal pun kembali terjalin, kali ini tanpa tim pendahulu, COP memutuskan bekerja untuk hewan Semeru. 

Selasa, 6 Desember, Tim Animal Rescue COP telah tiba di Desa Sumbermujur, Kec. Candipuro, Jawa Timur. Tim beranggotakan 6 orang dan langsung disambut oleh Kepala Desa dan Dinas Peternakan Lumajang. Pada hari itu tim langsung berkordinasi terkait penanganan satwa yang terdampak Erupsi Gunung Semeru. Kordinasi ini adalah lanjutan dari komunikasi lewat telepon dan whatsapp sebelumnya.

Ada 109 ekor kambing, 2 ekor domba yang selamat dan sudah dievakuasi. Untuk sementara tercatat 20 ternak yang mati, sebagian telah dikubur dan sebagian lagi masih tergeletak di kandang mandiri milik masyarakat. Kebutuhan yang paling mendesak untuk ternak adalah ketersediaan air dan pakan hijauan yang bersih juga. Pakan hijau yang diinginkan peternak juga harus disesuaikan karena bisa saja pakan hijau yang datang akan menjadi sia-sia karena tidak sesuai dengan kebiasaan jenis pakan yang diberikan. “Ini adalah bagian tersulit dari penyediaan bantuan pakan ternak di sini. Untungnya, tim masih memiliki hubungan yang baik dengan penyedia pakan hijau tahun lalu, ketika Erupsi Semeru 2021. Semoga semua dapat berjalan sesuai rencana”, ujar Satria Wardhana, kapten tim APE Warrior COP yang selalu siap turun membantu hewan yang membutuhkan pertolongan saat bencana alam.

Centre for Orangutan Protection memiliki tim yang selalu siap menolong hewan yang membutuhkan ketika bencana alam seperti erupsi gunung berapi, gempa, banjir bahkan tsunami. Tim yang didominasi para relawan orangutan ini melakukan evakuasi, pemberian makanan baik di satu lokasi atau di jalanan hingga membuatkan penampungan sementara tergantung kebutuhan saat itu. Penanganan hewan menjadi prioritas tim ini karena makhluk hidup yang satu ini sering terlupakan dan terabaikan di tengah kekacauan bencana. “Berbagi tugas dan saling meringankan adalah tujuan utama tim ini. Kami berharap masyarakat memahami fokus kerja kami yang bukannya menomor duakan manusia tetapi lebih ke berbagi peran penanganan bencana”, jelas Satria lagi. (SAT)

SETELAH 4 ORANGUTAN KEMBALI KE RUMAH

Haru dan bahagia ketika empat orangutan yaitu Antak, Hercules, Ucokwati  dan Mungil berhasil melewati proses yang panjang untuk kembali pulang ke rumah (hutan). Keempat orangutan ex-rehab ini akhirnya dilepasliarkan kembali ke hutan pada akhir Oktober 2022. Tahap demi tahap telah mereka lalui mulai dari rescue, karantina, pemeriksaan kesehatan, program sekolah hutan untuk mengembalikan insting alami, program pulau pra-pelepasliaran dengan tujuan melatih kemampuan bertahan hidup mereka dan akhirnya rilis. Hal ini memakan waktu yang tidak sebentar dan melibatkan kerja keras staf dari berbagai bidang ilmu dan keahlian yang saling bekerja sama untuk kesejahteraan hidup orangutan. Bahkan pemantauan terhadap orangutan terus dilakukan setelah dilepasliarkan untuk mencatat perilaku harian dan menjaga orangutan dari perburuan.

drh. Yudi yang dalam perjalanan kembali ke Berau setelah mengikuti monitoring pada minggu pertama setelah pelepasliaran harus putar balik haluan untuk kebali ke pos monitoring karena orangutan Hercules yang tiba-tiba sudah berada di pos mengancam staf yang ada. Hercules pun dibius kemudian dilepaskan jauh ke dalam hutan untuk mencegah agar tidak kembali ke pos pantau. 

Pengalaman luar biasa ketika diberi kesempatan untuk monitoring minggu kedua paska rilis. Hari pertama sudah dikejutkan orangutan Antak yang menyeberang sungai dan masuk ke dalam pos monitoring. Orangutan ex-rehab kadang memiliki kecenderungan mendekati manusia. Tim APE Guardian dengan berbagai cara mengalihkan perhatian Antak supaya mau naik ke atas perahu. Antak dipancing menggunakan buah, setelah Antak di perahu, tim menarik perahu menuju lokasi pelepasliarannya. Cara ini terlihat seperti wahana bermain untuk Antak. Tidak hanya sampai di situ, orangutan Hercules yang sudah dibawa jauh sebelumnya dan beberapa kali digiring oleh tim ke dalam hutan seolah memiliki peta diotaknya, ia kembali lagi ke pinggir sungai Menyuk dan terpantau selalu berjalan dipinggir sambil sesekali memantau kondisi air. Tentu saja ini membuat tim monitoring khawatir ditambah lagi kondisi air sungai yang surut karena tidak kunjung hujan. Pengambilan keputusan untuk orangutan yang menyeberang ke pos pantau maupun yang mendekati manusia harus ilakukan dengan berbagai pertimbangan, bahkan jalan terakhir yaitu pembiusan hanya dilakukan apabila orangutan mengejar atau mengancam keberadaan staf.

Mengamati orangutan paska pelepasliaran berbeda ketika mengamati orangutan di kandang maupun saat mengikuti sekolah hutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Monitoring dilakukan mulai jam 7 pagi saat orangutan turun dari pohon tempat beristirahat hingga jam 5-6 sore saat orangutan akan membuat sarang untuk tidur. Segala aktivitas yang dilakukan orangutan sangat menarik, seperti Hercules yang tanpa sadar membuat jalan setapak karena selalu melewati jalan yang sama setiap hari dan kadang beraktivitas sambil membawa dan memakan buah hutan. Mengamati tanaman dan buah hutan yang dikonsumsi orangutan seperti Mungil yang memakan tanah dan selalu aktif bergerak dari satu pohon ke pohon lain dan pernah terlihat berjemur. Antak yang menyeberang sungai sambil mengangkat kedua tangannya, Hercules yang mengikuti Mungil bahkan sempat terlihat kontak fisik. Bahkan mengamati proses defakasi Mungil dan memeriksa fesenya menjadi hal yang sangat menarik. Selain itu dalam proses pencarian orangutan, kadang tim menemukan sisa-sisa buah bekas dimakan hewan dan bekas cakaran di batang pohon. Tim juga mencoba memakan buah hutan yang dimakan orangutan. Terkadang… tim pun kehilangan jejak orangutan saat melakukan pengamatan. (TER)

SORE BERSAMA ASTO, ASIH DAN RYAN

Sore-sore terakhir ini selalu saja turun hujan, jadwal sekolah hutan Sumatran Rescue Alliance (SRA) dua individu orangutan Asto dan Asih kadang terpaksa absen kalau hujannya sudah duluan datang sebelum “kelas” dimulai. Hari ini pun sejam sebelum jadwal sekolah hutan, langit mulai gelap. Sekolah hutan pun dimajukan, intinya agar orangutan keluar dari kandang setiap pagi dan sore.

Perawat Satwa sore ini ada tiga orang yang bertugas. Iqbal menyiapkan pakan, Ryan dan Ikram mulai memakain baju tugas. Karena di SRA tidak hanya orangutan tapi juga primata kecil lainnya. Pakan pun di potong kecil dan sesuai porsinya masing-masing.

Asto dan Asih dikeluarkan dari kandang oleh perawat Ryan. Masuk ke “kelas” dengan semangat. Asto memilih prilaku berpindah-pindah pohon, sedangkan Asih sibuk mematah-matahkan ranting kecil di bagian atas pohon dengan pergerakan berpindah pohon yang sedikit.

Sore ini sesuai prediksi, matahari tetap tertutup awan kelabu disusul oleh hujan kecil. Asto dan Asih memilih tidak turun dan tidak mau kembali ke kandang walaupun sudah dipanggil berulang-ulang oleh Ryan. Buah-buahan untuk memancing mereka pun diabaikan, mereka tetap memilih di atas pohon. (DAN)