PINGPONG SI GIGI KEROPOS

Pingpong merupakan satu individu orangutan jantan yang berada di Pusat Rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sejak April 2015. Pingpong dulunya disita dari kebun binatang ilegal yang ada di Kalimantan Timur dan dititip-rawatkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Saat datang pertama kali, kondisi Pingpong kurus dengan rambut gundul dan malnutrisi.

Selama masa rehabilitasi, Pingpong distimulasi untuk mendalami kemampuan bertahan hidup dan kemampuan sosial melalui program sekolah hutan. Hingga Pingpong menjadi orangutan paling besar di kelas sekolah hutan dan membuat perawat satwa cukup kesulitasn untuk melakukan handling. Akhirnya Pingpong dimasukkan dalam daftar tunggu pulau pra-pelepasliaran.

Selama menjalani masa rehabilitasi di kandang sosialisasi, Pingpong yang saat ini usianya menginjak 13 tahun, teramati cukup responsif ketika mendapat enrichment pakan dan dia sangat menyukai buah sirsak dan buah dengan cita rasa manis lainnya namun tekstur yang tidak keras.

Namun, ketika dilakukan observasi… Pingpong memiliki kebiasaan mengeluarkan makanan yang telah dikunyahnya dan ditelan kembali. Akhirnya tim medis melakukan pengecekan kondisi fisik dan tes kesehatan untuk orangutan Pingpong. Hingga ditemukan bahwa kondisi giginya berkurang sangat masif karena keropos.

Melihat hal ini, tim medis memberikan rekomendasi untuk Pingpong menjadi orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan. Dengan pertimbangan orangutan Pingpong akan sangat kesulitan bertahan hidup dengan kemampuan gigi untuk bisa memakan beragam jenis pakan alami di hutan semakin nihil dilakukan.

COP berencana memberikan kesempatan untuk Pingpong agar bisa memiliki enclosure yang membuatnya bisa terbebas dari kandang jeruji besi meski Pingpong menyandang status orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan ke alam. (WID)

ORANGUTAN, PENGHUNI ASLI TANAH BORNEO (1)

Salah satu kera besar ini merupakan penghuni asli pulau Borneo yang bisa juga ditemukan di pulau Sumatra bagian utara. Satwa ini unik persamaannya dengan manusia mencapai 97%, Jika diperhatikan secara seksama dari morfologi dan perilakunya hampir sama seperti manusa. Namun keberadaannya semakin terancam dengan banyaknya aktivitas manusia yang merusak alam.

Deforestasi, perburuan, pembakaran hutan juga perdagangan satwa liar menjadi ancaman kepunahan satwa endemik ini. Akibat hal-al ini juga orangutan bisa berada di tempat rehabilitasi. Orangutan hidupnya di hutan bukan di kandang. Dia adalah satwa liar bukan peliharaan, sejinak apapun dia tetap liar. Kelucuannya memang menjadi salah satu penyebab manusia ingin merawat dan memilikinya.

Setelah melihat langsung dan mengamati bagaimana orangutan yang ada di tempat rehabilitasi membuatku sadar akan kelucuannya. Tingkah dan perilakunya yang hampir mirip dengan manusia, juga wajah imutnya yang menggemaskan. Orangutan infant sama seperti pada bayi-bayi manusia umumnya mereka suka menangis, bermanjaan, juga suka bermain. Orangutan juvenile banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dan lokomosi kesana-kemari.

Sebelum lebih jauh berkenalan dengan 16 orangutan yang ada di tempat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), setiap individu orangutan memiliki sifat dan perilaku yang berbeda, ada yang manja, jahat, pemalas dan lainnya. Ketika pertama kali bertemu dengan mereka, perasaan takut, yang selalu ada dipikiranku bahwa orangutan itu liar dan jahat. Ternyata, orangutan pun tahu mana orang yang akan berbuat baik maupun jahat padanya. (ENI)

BAYI ORANGUTAN BERNAMA MABEL YANG PENUH CINTA

Mabel namanya. Ada harapan di setiap nama yang disematkan pada orangutan yang masuk di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Mabel artinya loveable atau orang yang dicintai. Katanya Mabel adalah nama untuk bayi yang sangat populer di Amerika. Siapapun yang melihatnya akan jatuh hati dan akan mencintainya tanpa pamrih.

Hampir sebulan bayi orangutan ini di rawat di BORA. Kesehatannya semakin membaik, perut kembungnya berangsur hilang dan kekuatannya perlahan bertambah. Tatapan Mabel mulai bersinar dan penuh harapan. Jeritan kesakitan saat disentuh pun menghilang.

“Awalnya Mabel sempat dikira berusia 4 bulan, tapi setelah kita memeriksa gigiya, orangutan ini berusia 11 bulan”, kata drh. There dengan prihatin. Tim medis pun ekstra hati-hati memberi jenis buah untuknya agar kondisi perutnya yang kembung tidak semakin parah. Pepaya yang benar-benar matang sedikit demi sedikit diberikan dan pemberian susu ditunda dulu.

“Syukurlah Mabel berhasil berjuang hingga waktu ini. Bayi pendiam ini semakin aktif. Dalam 1-2 minggu ini, tim medis akan mengambil darahnya untuk diperiksa, apakah Mabel sehat dan bisa melanjutkan rehabilitasi di BORA seperti digabungkan dengan orangutan lain dan masuk kelas sekolah hutan. Doakan Mabel ya…”, pinta Theresia Tinenti.