PELIHARA ELANG MELANGGAR HUKUM

Pemberitaan media cetak dan online tentang penangkapan pedagang elang brontok pada 11 September menyadarkan ibu Masriah, bahwa dia melanggar hukum. Ibu Masriah pun akhirnya menyerahkan dua elang laut (Haliaeetus heucogaster) kepada BKSDA Pos Sampit dibantu Manggala Agni dan APE Crusader.

Menurut keterangan warga kecamatan Mentaya Baru Ketapang, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah ini, kedua elang dipeliharanya selama enam bulan. Kedua elang dimasukkan ke dalam kandang berukuran 5×6 meter dan diberi makan ikan setiap pagi dan sore hari.

“Serah-terima ini adalah contoh kesadaran masyarakat dalam memahami bahwa elang adalah satwa yang termasuk dilindungi UU No. 5 Tahun 1990.”, ujar pak Muriansyah, komandan BKSDA Pos Sampit.

Keesokan harinya, elang-elang dibawa ke BKSDA SKW II Pangkalan Bun dan bersiap untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya untuk menjalani perannya dalam rantai makanan. “Elang adalah predator puncak pada rantai makanan yang mempunyai peran sangat penting di alam liar. Membiarkan satwa liar di alam adalah tindakan terbaik manusia untuk kelestarian alam.”, kata Faruq Zafran, kapten APE Crusader COP. (Petz)

HAPPI WON’T COME DOWN

Lina walk faster to the Clinic. She took a bottle, pour in warm water and four spoon full of milk then stir it. Milk for luring Happi the orangutan that won’t come down were made in the speed of tlight.

This is not the first time Happi the orangutan won’t come down from the tree. Usually when the time to come home, Owi the orangutan came down and not long after other orangutans will follow, Happi not exception. But this time when all the orangutans had come down, back to the cage and all the hammocks had been packed, Happi the orangutan still did not want to go down. it’s had been 45 minutes for Herlina, animal keeper yelled for Happi but ignored. Happi was busy eating the fruit of the forest, sitting in the nest at the tip of the tree.

Climb to catch up.. not possible. The tree is to high, almost 25 meters. Desperate, Herlina sat at the root of the tree waiting for Happi the orangutan. The milk she made was also useless, Happi the orangutan did not look down at all. But Lina did not give up, her eyes always looked up, hoping Happi will saw it.

“Pucuk di cinta, ulam pun tiba” (shoots in loved, dish arrived – Indonesian words means : gaining something more than what been hope for/ dream for – Ed). Herlina waited was not in vain. Happi the orangutan sees it and immediately looks for ways to get off. It took about 10 minutes for Happi to get off the tree. “Happi is to cool to play, not realizing that all other orangutans are back in the cage,” said Lina. “Happi, if you want to climb later on, remember the time ya, Nak! Your mother is not able to climb to get you,” she added. (Dhea_Orangufriends)

HAPPI TIDAK MAU TURUN
Kaki Lina melaju cepat menuju klinik. Lina mengambil botol, mengisinya dengan air hangat dan memasukkan empat sendok susu lalu mengaduknya. Susu untuk memancing orangutan Happi yang tak mau turun pun jadi secepat kilat.

Ini bukan kali pertama orangutan Happi tidak mau turun pohon. Biasanya ketika waktunya pulang, orangutan Owi akan turun lalu tak lama kemudian orangutan yang lain akan mengikutinya, tidak terkecuali Happi. Namun kali ini ketika semua orangutan sudah turun, kembali ke kandang dan semua hammock sudah dikemasi, orangutan Happi masih saja tidak mau turun. 45 menit sudah Herlina, animal keeper teriak-teriak memanggil Happi tetapi tidak juga dihiraukannya. Happi sibuk memakan buah hutan, duduk di sarang buatannya di ujung pohon.

Memanjat untuk menyusulnya… tidak mungkin. Pohonnya terlalu tinggi, hampir 25 meter. Seperti putus asa, Herlina duduk di akar pohon menunggu orangutan Happi. Susu yang dibuatnya pun juga seperti tidak berguna, orangutan Happi tidak melihat ke bawah sama sekali. Tapi Lina tidak menyerah, matanya selalu melihat ke atas, berharap orangutan Happi melihatnya.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Penantian Herlina tidak sia-sia. Orangutan Happi melihatnya dan segera mencari cara untuk turun. Butuh waktu sekitar 10 menit untuk Happi bisa turun dari pohonnya. “Happi terlalu asik main, tidak sadar kalau teman-temannya sudah kembali ke kandang semua.”, ujar Lina. “Happi, besok-besok kalau manjat, ingat waktu ya nak. Ibumu ini ngak bisa manjat nyusulin kamu.”, tambahnya. (WET)

SAAT KANDANG ANGKUT DIBUKA

Inilah waktu yang di nanti. Mengangkat pintu kandang angkut dan menyaksikan orangutan OKI meraih batang pohon pertamanya di hutan yang akan menjadi rumah barunya. Bapak Sunandar, kepala BKSDA Kalimantan Timur lah yang membukakan pintu kebebasan itu kepada Oki. Oki yang sejak 2010 yang lalu dikenal COP di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) akhirnya bebas dalam arti sesungguhnya.

“Awalnya, kami hanya berani bermimpi untuk Oki yang saat itu berada satu kandang dengan dua orangutan lainnya. Di dalam kandang 3x3x1 meter yang terlihat sempit, Oki berbagi kandang dengan Hercules dan Antak yang mulai terlihat stres. Ya saat itu Antak mulai memainkan air liurnya sendiri dan memakan kotorannya sendiri. Sebulan kemudian, kadang bertambah satu penghuni, yaitu Nigel yang terlihat sangat murung. Mimpi kami, membongkar jeruji besi. Kandang dengan teralis besi berganti kandang terbuka atau enclosure.”, kenang Ramadhani, manajer Komunikasi COP.

Januari 2010, Ramadhani bertugas pertama kali ke Kalimantan Timur tepatnya di KRUS. Perlahan tapi pasti, Centre for Orangutan Protection mencoba untuk membantu KRUS dalam hal perawatan satwanya. Kandang-kandang satwa dipenuhi enrichment, orangufriends (kelompok pendukung COP) Samarinda secara bergantian menjadi interpreter atau pemandu bagi pengunjung di kebun binatang dengan harapan pengunjung turut diedukasi karena mereka juga turut bertanggung jawab. Selain itu juga ada program peningkatan kapasitas para perawat satwanya dan meningkatkan kesejahteraan satwanya menjadi fokus utama. Suatu kebun binatang yang tanpa pengelolaan yang baik hanya akan membuat satwa penghuninya menderita.

“Ayo Oki… ekplore terus sekitarmu. Carilah makan terbaik mu di hutan. Jangan dekati lagi manusia.”, teriak Daniek, manajer aksi COP dengan semangat.