KARTINI FOR INDONESIAN ORANGUTAN

Raden Adjeng Kartini was born in Jepara, 21 April 1879 ago. If she was alive, she would be 139 years old. Kartini is known as the pioneer of the resurrection of indigenous women is now better known emancipation of women who emerged from her critical thinking. And now, Indonesia always commemorate her birthday as Kartini day.

From her letters we recognize the thoughts of Kartini. The letter that was originally something very personal became public consumption. Kartini dreams to continue school, woman have to school. “If now I become a veterinarian, of course because of the long struggle of women like Kartini to this day,” said vet Flora Felista.

Flora is a female veterinarian who joins COP Borneo orangutan rehabilitation center. The location of the rehabilitation center away from the crowds did not dampen her dream of devoting herself to Indonesian wildlife. Working with men in COP Borneo is a challenge for her. Physical and mental must also be above average. “Women should be able. Autopsy of orangutan corpses, rescue of orangutans in oil palm plantations where we are required to have good physical, think while running after orangutans, barely sleep a day and many other challenges. But the professionalism of being a veterinarian should still be put forward.”, explained drh. Flora.

Flora is one of the women at the Center for Orangutan Protection. There are many other women such as Wety Rupiana with graphic design background, Dina Mariana with financial background, Oktaviana S from GIS (Global Information System), and hundreds of orangufriends (COP supporters group) of women with diverse education helping Indonesian Orangutan by the way each. “Thank you Kartini! We do not commemorate today as a way to kebaya dress, but the professionalism of your timeless thinking.“ (SLX)

KARTINI UNTUK ORANGUTAN INDONESIA
Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879 yang lalu. Jika pun ia masih hidup, usianya sudah 139 tahun. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi sekarang lebih dikenal emansipasi wanita yang muncul dari pemikirannya yang kritis. Dan sekarang, Indonesia selalu memperingati hari lahirnya sebagai hari Kartini.

Dari surat-suratnya kita mengenal buah pikiran Kartini. Surat yang awalnya sesuatu yang sangat pribadi menjadi konsumsi publik. Kartini bermimpi untuk terus bersekolah, perempuan harus sekolah. “Jika sekarang saya menjadi seorang dokter hewan, tentunya karena perjuangan panjang para perempuan seperti Kartini hingga saat ini.”, ujar drh Flora Felista.

Flora adalah dokter hewan perempuan yang bergabung di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Lokasi pusat rehabilitasi yang jauh dari keramaian tak menyurutkan impiannya mengabdikan diri untuk satwa liar Indonesia. Bekerjasama dengan laki-laki di COP Borneo adalah tantangan tersendiri untuknya. Fisik dan mental pun harus berada di atas rata-rata. “Perempuan harus bisa. Otopsi mayat orangutan, penyelamatan orangutan di perkebunan sawit dimana kita dituntut untuk memiliki fisik yang baik, berpikir sambil berlari mengejar orangutan, hampir tidak tidur sehari semalam dan masih banyak lagi tantangan lainnya. Tapi profesionalisme menjadi dokter hewan harus tetap dikedepankan.”, urai drh. Flora.

Flora adalah salah satu perempuan di Centre for Orangutan Protection. Masih banyak perempuan-perempuan lainnya seperti Wety Rupiana dengan latar belakang desain grafis, Dina Mariana dengan latar belakang keuangan, Oktaviana S dari GIS (Global Information System), dan ratusan orangufriends (kelompok pendukung COP) perempuan dengan pendidikan yang beragam membantu Orangutan Indonesia dengan caranya masing-masing. “Terimakasih Kartini! Kami tak memperingati hari ini sebatas cara berpakaian, tapi profesionalisme dari pemikiranmu yang tak lekang oleh waktu.”.

SEPTI’S EXPRESSION AND HER COCONUT

Her tummy is getting bigger. Medical team became worried. It’s been almost a month now that septi’s tummy is bloated. fruits that cause belly bloat immediately cut from her diet. ” Do not give jackfruit to Septi, ok.”, drh. Felista ordered.

Periodic anthelmintic treatments had been done, but Septi’s tummy still looks big. Examination of septi’s feces was carried out. Hopefully the result will not distressing. Jevri then got a trick, everytime he feeds Septi, he put it on various corners of the cage. “So that Septi not just sit in the corner.”, said Jevri when asked.

Yeah.. maybe Septi needs more exercise. It’s really cute when Septi enjoyed coconut that succesfully cracked open by herself. This picture will be the first Septi’s expression. Septi stares at us while chewing. “Her teeth gives goosebumps!.”

EKSPRESI SEPTI DAN KELAPANYA
Perutnya semakin membesar. Tim medis menjadi kawatir. Sudah hampir sebulan ini, perut Septi kembung. Buah-buahan yang menyebabkan perut tidak nyaman segera dibuang dari menu makanan Septi. “Jangan kasih nangka ke Septi ya.”, begitu pesan drh. Felista.

Pemberian obat cacing secara berkala sudah dilakukan, namun perut Septi masih juga terlihat besar. Pemeriksaan feses Septi pun dilakukan. Semoga saja hasilnya tidak semakin membuat kawatir. Jevri pun tak habis akal, setiap kali memberikan makanan ke Septi, Jevri meletakannya di berbagai sudut kandang. “Biar Septi tak hanya duduk di sudut saja.”, begitu kata Jevri saat ditanya. Ya… mungkin Septi kurang banyak bergerak.

Sungguh lucu saat Septi menikmati kelapa yang berhasil dibukanya. Ini menjadi foto dengan ekspresi Septi yang pertama. Septi menatap kami sambil mengunyah. “Giginya bikin merinding!”.

DANEL JEMY, THE ANIMAL KEEPER COORDINATOR

Lets meet the most senior animal keeper in COP Borneo. He is usually called Brother Anen. His name is Danel Jemy, with responsibility as animal keeper coordinator in orangutan rehabilitation center COP Borneo, Anen has to ensures the process of orangutan care run according to the procedures. In his young age, this position becomes so challenging. Anen is also a native son, come from Merasa Village, the nearest village to COP Borneo.

November 2015, is the time when Anen first joined the orangutan rehabilitation center. ” Take care of orangutans? Not an interesting or cool job. But Anen shows his dedication to the nature. Young and fast learning with full responsibility.”, said Daniek Hendarto, manager of COP ex-situ program.

Don’t ask how dexterous he is in taking care of orangutans. With confidence, Anen will handle the orangutans ranging from infants to adults. As a native son, Anen is also a master of blowpipe and gunshot. Always on target, so that orangutan who wants to be saved or moved not experiencing stress when dealing with the team.

Currently, there are 17 orangutans who is in his supervision. Anen even has to set the work rhythm of the other animal keepers. Work schedule as well as day-offs are in his setting. Of course it’s not an easy things to do, because not all orangutans want be with specific animal keeper. Anen has to understand the psychological orangutan and its keeper. But hard work and good work ethic make Anen carried out his work smoothly. (NIK)

DANEL JEMY, SANG KOORDINATOR ANIMAL KEEPER
Kenalan yuk dengan animal keeper yang paling senior di COP Borneo. Dia biasanya dipanggil bang Anen. Danel Jemy namanya, dengan tanggung jawabnya sebagai koordinator animal keeper di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Anen harus memastikan proses perawatan orangutan berjalan sesuai prosedur. Di usianya yang masih muda, jabatan ini menjadi begitu menantang. Anen juga merupakan putra daerah, kampung Merasa yang merupakan desa terdekat dengan COP Borneo.

November 2015, adalah saat Anen pertama kali bergabung di pusat rehabilitasi orangutan. “Ngurusin orangutan? Bukan kerjaan yang menarik atau keren. Tapi Anen menunjukkan dedikasinya untuk alam. Muda dan cepat belajar dengan penuh tanggung jawab.”, kata Daniek Hendarto, manajer program eks-situ COP.

Jangan ditanya kecekatannya merawat orangutan. Dengan percaya diri, Anen akan menangani orangutan mulai dari yang bayi hingga dewasa. Sebagai putra daerah, Anen pun jago menulup dan menembak. Selalu tepat sasaran, hingga orangutan yang mau diselamatkan atau dipindahkan tak sampai stres berhadapan dengan tim.

Saat ini, ada 17 orangutan yang berada dalam pengawasannya. Anen pun harus mengatur ritme kerja para animal keeper lainnya. Jadwal pekerjaan maupun libur ada dalam pengaturannya. Tentu saja bukan hal yang mudah, karena tidak semua orangutan mau bersama animal keeper tententu, Anen harus memahami psikologis orangutan asuh dan keepernya. Tapi kerja keras dan etos kerja yang baik membuat Anen dengan lancar menjalankan tanggung jawabnya. (NIK)