ORANGUTAN IN THE BANDUNG ZOO

This male orangutan was seen sitting on the grass. Cages without bars is a modern kind of cage recommended for
conservation institutions, it’s often known as enclosure. Generally, conditions of the Bandung Zoo enclosure was pretty good. There were one shelter in the form of gazebo that should be better if it was in the form of tree house to force orangutans to climb and train their muscles.

The enclosure area estimated to be around 15×15 meters equipped with 2 trap cages that’s enough for the orangutans when the enclosure must be cleaned regularly. Inside the trap cages was seen enrichment to entertain them whenever they’re inside the cage.

The information board was also quite communicative. There was also a prohibition to not to feed the animals. “It demands the visitors to be more disciplined in obeying the existing regulations.”, said Hery Susanto, coordinator of COP’s Anti Wildlife Crime unit. “Moreover, holiday season is coming soon which usually will increase the number of visitors with various backgrounds.”.

Unfortunately, the water inside the pond that surrounds the enclosure looked dry. The pond should be a distance between the orangutans and visitors besides the wall. So if there’s visitor trying to throw something, it can’t directly hit the orangutans. The water can be also used to drink for the orangutans whenever they are thirsty. (SAR)

ORANGUTAN DI KEBUN BINATANG BANDUNG
Orangutan jantan ini terlihat duduk-duduk di antara rerumputan. Kandang tanpa jeruji adalah kandang modern yang direkomendasikan untuk lembaga konservasi umum atau sering disebut juga enclosure. Secara umum, kondisi enclosure Kebun Binatang Bandung ini cukup baik. Ada satu tempat berteduh berbentuk gazebo yang seharusnya bisa lebih berbentuk rumah pohon yang bisa memaksa orangutan memanjat agar bisa melatih otot-otot tangannya.

Luas enclosure yang diperkirakan sekitar 15×15 meter dilengkapi dengan 2 buah kandang jebak cukup bisa mengatasi orangutan saat enclosure harus dibersihkan secara berkala. Di dalam kandang jebak sendiri terlihat enrichment untuk mengatasi kebosanan saat berada di kandang jebak.

Papan informasi juga cukup komunikatif. Tak lupa juga himbauan untuk tidak memberi makanan maupun minuman. “Ini menuntut para pengunjung untuk lebih disiplin mematuhi peraturan yang ada.”, ujar Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP. “Apalagi ini akan memasuki musim liburan yang biasanya akan terjadi peningkatan jumlah pengunjung dengan latar belakang yang berbagai macam.”.

Sayang air yang seharusnya mengelilingi enclosure terlihat kering. Kolam keliling itu seharusnya bisa menjadi jarak untuk orangutan dan pengunjung selain tembok. Sehingga jika ada pengunjung nakal yang melemparkan sesuatu ke orangutan tidak bisa langsung sampai pada orangutannya. Air itu juga bisa dimanfaatkan orangutan sebagai air minumnya saat dia kehausan.

WILDLIFE CONFISCATED WILDLIFE TRADERS RETURN WILD IN THEIR HABITAT

The attempt to rehabilitate wildlife from trade is not as easy as turning a palm. The confiscated animals from the joint Police and Center for Orangutan Protection operations with other organizations in 2013 can only be returned to nature by 2018. “Like the five pandanus weeds (Paradoxurus hermaphroditus) that were entrusted and rehabilitated in the Wildlife Rescue Center of Jogja, since 18 September 2013.”, explained Daniek Hendarto, COP ex situ program manager.

Not just rehabilitate, the location search for release is also a problem in itself. “The network must be strong enough for the process to run quickly. For that, not infrequently we also must include evidence such as photographs that the release location is the habitat of these animals.”, added Daniek Hendarto.

May 19, 2018 There are eight wild animals from illegal trade seizure trade of 5 wild pandanus, 2 forest cats (Prionailurus bengalensis) and one Javanese hedgehog (Hystrix Javanica). The eight animals have shown the feasibility to be returned to their habitat both in terms of health and behavior. “All the animals are healthy, there is no disease and the behavior is feasible to be returned to nature.”, said drh. Irhamna Putri Rahmawati., M.Sc.

WRC Jogja under the Yogyakarta Nature Conservation Foundation is located in Paigan, Pengasih, Kulon Progo currently cares for 170 protected wildlife. Everything is the result of BKSDA seizure operations as well as Police assisted by COP, Animals Indonesia and other non-governmental organizations. Trade in wildlife is still quite high, this is due to the awareness of the community to maintain and have wild animals as very low maintenance animals. The Center for Orangutan Protection is looking forward to the role of Orangufriends (a group of COP supporters) who have been running education and awareness to schools and communities. “Wildlife … yes in the nature of his home.”. (LSX)

SATWA SITAAN PEDAGANG ILEGAL KEMBALI LIAR DI HABITATNYA
Usaha merehabilitasi satwa liar dari perdagangan tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Satwa hasil sitaan dari operasi gabungan Kepolisian dan Centre for Orangutan Protection bersama organisasi lainnya pada tahun 2013 baru bisa dikembalikan ke alam di tahun 2018 ini. “Seperti kelima ekor musang pandan (Paradoxurus hermaphroditus) yang dititipkan dan direhabilitasi di Wildlife Rescue Centre Jogja, sejak 18 September 2013 ini.”, jelas Daniek Hendarto, manajer program eks situ COP.

Tak hanya sekedar merehabilitasi, pencarian lokasi pelepasliaran juga menjadi permasalahan tersendiri. “Jaringan harus cukup kuat agar proses bisa berjalan dengan cepat. Untuk itu, tak jarang kami juga harus menyertakan bukti seperti foto bahwa lokasi pelepasliaran merupakan habitat satwa tersebut.”, tambah Daniek Hendarto.

19 Mei 2018 ini ada delapan satwa liar dari operasi penyitaan perdagangan ilegal satwa liar yaitu 5 musang pandan, 2 kucing hutan (Prionailurus bengalensis) dan satu landak jawa (Hystrix Javanica). Kedelapan satwa sudah menunjukkan kelayakan untuk dikembalikan ke habitatnya baik dari sisi kesehatan dan perilakunya. “Semua satwanya sehat, tidak ada penyakit dan perilakunya layak untuk dikembalikan lagi ke alam.”, kata drh. Irhamna Putri Rahmawati., M.Sc.

WRC Jogja yang berada di bawah Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta berlokasi di Paigan, Pengasih, Kulon Progo saat ini masih merawat 170-an satwa liar yang dilindungi. Semuanya merupakan hasil operasi penyitaan BKSDA maupun Kepolisian dibantu COP, Animals Indonesia dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Perdagangan satwa liar memang masih cukup tinggi, ini disebabkan kesadaran masyarakat memelihara dan memiliki satwa liar sebagai hewan pelihara sangat rendah. Centre for Orangutan Protection berharap besar pada peran Orangufriends (kelompok pendukung COP) yang selama ini menjalankan edukasi dan penyadartahuan ke sekolah maupun masyarakat. “Satwa liar… ya di alam rumahnya.”.(NIK)

HOW IS AMBON NOW?

Ambon, an adult male orangutan who has lived behind bars for decades has managed to survive for a month on the orangutan island. At the island, Ambon lives without any artificial boundaries. The fast flowing river is the natural fence for him to limiting orangutan interaction with humans.

Ambon has also succeeded in climbing trees. Previously, he made the team worried about his climbing ability because he almost had no experience lived outside the cage. Unexpectedly, in just 3 hours, Ambon was already in the tree he chose.

A month passed. The monitoring team did not see Ambon go down to eat. The team called Ambon, but Ambon never went down to eat. Natural food on the island is not enough to support orangutans, that’s why the COP Borneo team every morning and evening always puts orangutan food while checking the presence of orangutans on the island.

Three days passed, the team began to plan to take Ambon back to the cage. Mid-April 2018, Ambon returned to the quarantine enclosure. The medical team observed Ambon in more detail. Reza Kurniawan, the manager of the rehabilitation center who also a primate anthropologist is also involving to observe Ambon.

“Finally Ambon wants to eat.” Ambon looks more comfortable in his cage. It is not easy to change a habit. Moreover, it has been inside the cage for decades. The team is still planning when Ambon can return to the island. However, Ambon has the right to live without iron bars. (IND)

BAGAIMANA KABAR AMBON?
Ambon, orangutan jantan dewasa yang sudah puluhan tahun hidup di balik jeruji telah berhasil bertahan hidup selama satu bulan di pulau orangutan. Pulau, dimana Ambon hidup tanpa pembatas buatan. Sungai beraliran deraslah yang menjadi pagar alami untuknya sebagai batas interaksi orangutan dengan manusia.

Ambon juga telah berhasil memanjat pohon, yang sebelumnya sempat membuat tim kawatir akan kemampuan memanjatnya, mengingat sejarah Ambon yang tak pernah hidup di luar kandang. Di luar perkiraan, hanya dalam hitungan 3 jam, Ambon sudah berada di atas pohon yang dipilihnya.

Sebulan berlalu. Tim pemantau tak melihat Ambon turun untuk makan. Tim memanggil-manggil Ambon, namun Ambon tak kunjung turun untuk makan. Pakan alami di pulau tidak cukup untuk menompang orangutan, itu sebabnya, tim COP Borneo setiap pagi dan sore selalu meletakkan makanan orangutan sembari mengecek keberadaan orangutan di pulau.

Tiga hari berlalu, tim mulai menyusun rencana untuk menarik Ambon ke kandang. Pertengahan April 2018, Ambon kembali ke kandang karantina. Tim medis mengamati Ambon lebih detil lagi. Reza Kurniawan, manajer pusat rehabilitasi yang merupakan ahli antropologi primata juga tak lepas dalam mengamati Ambon.

“Akhirnya Ambon mau makan.”. Ambon terlihat lebih nyaman berada di dalam kandangnya. Memang tidak mudah merubah sebuah kebiasaan. Apalagi sudah terbiasa selama puluhan tahun. Tim hanya bisa merencanakan kembali, kapan Ambon bisa kembali ke pulau. Bagaimana pun, Ambon berhak hidup tanpa jeruji besi.