I LOST MY THREE-YEAR-OLD CHILD

Down to the beach which is the pride of Palu no longer gives happiness. The yellow bridge that has always been an icon and destination for visitors to Palu also leaves a grief line.

“How are you, Ma’am?” the animal volunteers greet a woman before starting their activities dealing with pets affected by the tsunami at Talise beach, Palu.
“I am fine” she answered.
“How about your family, Ma’am? Are they okay?”
“I lost my 3-year-old child”
“Do you bring cat food?” she asked again, while we were silent hearing the answer.
“Yes, Ma’am. There is it”
“There is nothing that these cats can eat anymore.”

Without waiting for her to speak again, the volunteers hugged her and she started crying. In her deep grief, she still gives love to cats who are tried hard looking for food. No more neighbors she knew. All were washed away by the tsunami. She went to the evacuation camp. Today, she is trying her luck waiting at her neighbor’s empty house, hoping a miracle to come and bring the news of her 3-year-old son.

Being an animal volunteer in disaster sites is not an easy thing. You need to be a good listener with high empathy if you want to go to the disaster site. Thanks to the Palu people. Even in difficult conditions, they are still caring for dogs and cats, sharing their love for animals without exception. (IND)

AKU KEHILANGAN ANAKKU YANG 3 TAHUN
Menyusuri pantai yang menjadi kebanggaan masyarakat Palu tak lagi memberikan kebahagiaan. Ikon jembatan kuning yang selalu menjadi tempat tujuan pengunjung kota Palu bahkan tempat berkumpulnya para penghobi mancing juga meninggalkan gurat kesedihan.

“Sehat bu?”, begitu sapa para relawan satwa sebelum memulai aktivitasnya menangani hewan peliharaan yang terdampak tsunami di pantai Talise, Palu.
“Sehat aku.”.
“Selamat semua, Bu?”.
“Anakku yang 3 tahun ngak ada.”, katanya lagi.
“Ada makanan kucing kalian bawa?’, tanya nya lagi, sementara kami terdiam mendengar jawabannya.
“Ada Bu.”.
“Kasian kucing-kucing ini tak ada yang bisa dimakannya lagi.”.

Tanpa menungu dia bicara lagi para relawan memeluknya, dan pecahlah tangisnya. Dalam dukanya yang dalam, dia masih memberi kasih pada kucing-kucing yang kebingungan mencari makanan. Tak ada lagi tetangga yang dikenalnya. Semua habis tersapu tsunami. Dia pun mengungsi, dan tadi mencoba peruntungan menunggu di rumah tetangganya yang kosong, mungkin ada keajaiban tentang kabar anaknya yang 3 tahun itu.

Menjadi relawan satwa pada bencana alam bukanlah hal yang mudah. Menjadi pendengar yang baik dengan empati yang tinggi adalah satu syarat jika kamu ingin terjun ke lokasi bencana. Terimakasih masyarakat Palu, dalam kondisi yang sulit pun, kepedulian pada anjing dan kucing tak luntur.

ANNIE THE PICKY ONE

Wow, this is Annie. Orangutan who has only been 5 months in the forest school class. Annie is a picky orangutan, including in choosing the person who is going to be his keeper when the forest school class takes place. If jhonny is going to carry him to the school, Annie immediately approaches and hugs Jhonny. But if it’s not Jhonny, Annie would rather stay in the cage, pretend not to see and be cool with himself.

“This also what convinced the animal keepers who are local people that orangutans are unique individuals.”, said Wety Rupiana, COP Borneo manager, an orangutan rehabilitation centre founded by Indonesian young generation.

The character of each orangutan is a separate record in the centre. This will facilitate the handling of orangutans while in forest school classes. Annie was also recorded as the best orangutan in climbing trees and exploring the forest after Bonti orangutan in the last three months. “A very good development!”, said Reza Kurniawan, COP primate anthropologist, while reading the quarterly reports of orangutans. (SAR)

ANNIE SI PEMILIH
Wow, ini dia Annie. Orangutan yang baru lima bulan di kelas sekolah hutan. Annie adalah orangutan yang pemilih, termasuk memilih orang yang menjadi keepernya saat kelas sekolah hutan berlangsung. Jika Jhonny yang akan menggendongnya ke hutan, Annie langsung mendekat dan mameluk Jhonny. Namun jika bukan Jhonny, Annie seperti memilih tetap berada di kandang saja. Pura-pura tidak melihat dan asik dengan dirinya sendiri.

“Ini pula yang menyakinkan para animal keeper yang merupakan orang lokal bahwa setiap orangutan adalah individu yang unik.”, ujar Wety Rupiana, manajer COP Borneo, pusat rehabilitasi orangutan yang didirikan putra-putri Indonesia ini.

Karakter setiap orangutan menjadi catatan tersendiri di pusat rehabilitasi. Ini akan mempermudah penanganan orangutan saat berada di kelas sekolah hutan. Annie juga tercatat sebagai orangutan terbaik dalam memanjat pohon dan menjelajah hutan setelah orangutan Bonti dalam tiga bulan terakhir ini. “Suatu perkembangan yang sangat baik!”, ujar Reza Kurniawan, antropolog primata COP saat membaca laporan tiga bulanan orangutan.

BACK TO PETOBO BECAUSE OF HER SMALL CAT

A mother with her third-grade elementary school child is putting in pieces of wood. There is a small cat who follows her into her yard. “Can we feed the cat, Ma’am?” said Ami while squatting and stroking the little cat. “Oh… you guys from cat lovers, right? Yes, you can. I haven’t feed him since I left him. I brought food from the evacuation camp but he didn’t want it.”

The little cat hid behind the mother. “Just put the food in the place to eat. That… there. ” Ami also started the conversation, asking how the mother was. Her family survived, but the furniture in her house was broken. They left the house and followed the other residents to the evacuation camp. The devastating earthquake at September 28 was very traumatic to them. At that time, she only had limited time to run away, so she only took her children and left the cat at the house.

When she arrived at the evacuation camp, she realized her beloved cat was left behind. Three days in evacuation made her even more uneasy. Finally, she came home and found her cat still on the porch of the house. She plans to bring her cat to the camp.

In the midst of the trauma of the refugees, not only this mother who returned to her home because worrying of her beloved cat. Your help through https://kitabisa.com/bantusatwapalu will keep being distributed until the situation gets better. (IND)

KEMBALI KE PETOBO KARENA KUCING KECILNYA
Seorang ibu dengan anaknya yang kelas 3 SD sedang memasukkan potongan kayu. Ada kucing kecil yang mengikutinya bolak-balik masuk ke pekarangannya. “Boleh kasih makan kucing ya Bu…”, sapa Ami sambil jongkong dan mengelus kucing kecil. “O… kalian dari pecinta kucing ya? Kasih saja, sejak ku tinggal belum makan dia. Tadi kubawakan makanan dari posko, ngak mau dia.”.

Kucing kecil itu pun bersembunyi di balik si ibu. “Taruh saja di tempat makannya. Itu… di situ.”. Ami pun memulai perbincangan, dengan menanyakan kabar si Ibu. Mereka sekeluarga selamat, namun perabotan di rumahnya pecah semuanya. Mereka meninggalkan rumah dan mengikuti warga lain untuk ke posko. Gempa maha dahsyat 28 September itu pun menjadi trauma tersendiri. Saat itu tak terpikir olehnya untuk membawa apapun, kecuali anak-anaknya dan keluarga kecilnya.

Sesampai di Posko Pengungsian, baru dia tersadar, kucing kesayangan anaknya tertinggal. Tiga hari di pengungsian membuatnya semakin tidak tenang. Akhirnya dia pulang dan menemukan kucingnya masih di teras rumah. Dia pun berencana membawa kucingnya ke tempat pengungsian.

Di tengah trauma para pengungsi, tak cuman ibu dengan tiga anak ini yang kembali ke rumahnya karena terpikir nasib kucing kesayangan anaknya. Bantuan kamu lewat https://kitabisa.com/bantusatwapalu akan terus kami distribusikan hingga keadaan semakin membaik.