KEBUN BINATANG: ISOLASI SEUMUR HIDUP BAGI HEWAN

Sudah 2 minggu sejak masyarakat diminta untuk mengisolasi diri atau #dirumahaja. Ada yang bersyukur karena bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluarga di rumah. Ada pula yang mengeluh ingin berkumpul lagi bersama teman-teman. Walaupun kulkas/lemari pendingin penuh makanan, air melimpah, ada televisi dan ponsel… namun tetap saja kita dilanda rasa bosan. Hidup monoton hanya di ruangan yang sama setiap hari.

Hewan-hewan di kebun binatang juga mengalami hal yang sama. Walau rutin diberi makanan dan minuman, hidup di kandang tentu membuat bosan. Apalagi jika kebun binatang tidak memberi fasilitas untuk memenuhi insting naluriah hewan. Kandang harimau tidak diberi kayu untuk menajamkan kuku. Kandang harimau tidak diberi kayu untuk menajamkan kuku. Kandang gajah tidak diberi kolam untuk berkubang. Kandang orangutan tidak diberi pohon atau tali untuk berayun.

Dalam merawat hewan, kita harus menerapkan 5 prinsip kesejahteraan satwa. Hewan wajib terbebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa ketidaknyamanan, bebas dari sakit dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku alamiah, serta bebas dari rasa takut dan tertekan. Hewan yang tidak bisa melakukan perilaku alamiahnya lama-lama akan stres bahkan dapat menyakiti dirinya sendiri.

Saat isolasi ini, kita merasakan sendiri jenuhnya berada di rumah saja. Kita diajak merasakan perasaan hewan yang terisolasi seumur hidup di kebun binatang. Mari kita lebih menghormati kebebasan hidup para hewan dengan tidak memelihara satwa liar dan mendorong kebun binatang untuk memberikan fasilitas yang lebih baik. (IND)

DAPATKAH VIRUS CORONA MENULAR KE KERA BESAR?

Wabah Corona yang sedang menjadi pendemi saat ini merupakan penyakit yang bersifat zoonosis. Zoonosis artinya bisa ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Masih belum diketahui hewan apa yang menjadi agen atau reservoir dari virus corona SARS-CoV-2 ini, tetapi diduga virus ini dibawa oleh kelelawar dan trenggiling. Apakah virus ini juga bisa menular ke kera besar seperti orangutan, simpanse, gorila dan bonobo?

Virus corona pertama kali diketahui dapat menular ke kera besar pada tahun 1981. Peneliti menemukan virus mirip corona (coronavirus-like) pada sampel feses babun, simpanse, beruk, monyet ekor panjang, monyet rhesus dan marmoset. Sejauh ini ada 7 jenis virus corona yang menyerang manusia. Human coronavirus jenis OC43 (HCoV-OC43) tercatat pernah menular ke 11 individu simpanse liar di Pantai Gading pada tahun 2017. Penyakit pernapasan lain yang menular dari manusia ke kera besar juga pernah terjadi. Salah satunya kasus 2 individu gorila liar yang mati karena tertular human metapneumovirus (HMPV) di Rwanda tahun 2009. Walau sampai saat ini belum ada kasus kera besar yang tertular virus SARS-CoV-2, tetapi penularan sangat mungkin terjadi mengingat manusia dan kera besar memiliki kesamaan DNA 97-99%.

Untuk mencegah penularan virus tersebut, Centre for Orangutan Protection telah memberlakukan status Waspada di Pusat Rehabilitasi Orangutan kami di Berau, Kalimantan Timur. Keputusan ini berlaku sejak 23 Maret 2020 demi mencegah penularan COVID-19 pada perawat satwa, staf dan para orangutan. COP menutup akses tamu untuk masuk ke pusat rehabilitasi dan pulau pra-pelepasliaran. Sosialisasi dilakukan pada seluruh karyawan COP Borneo. Kami menyediakan sabun dan tempat cuci tangan di banyak titik. Pemeriksaan suhu dilakukan setiap pagi dan sore hari. Kandang orangutan tetap dibersihkan setiap pagi. Penyemprotan disinfektan juga dilakukan di gudang pakan, camp karyawan, klinik dan dapur. (IND)

 

 

 

PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TENGAH COVID-19

Per hari ini, jumlah korban akibat virus corona telah melampui 21.000 jiwa dari seluruh dunia. WHO sudah menetapkan Covid-19 sebagai pendemi atau wabah berjangkit serempak dengan cakupan geografi yang luas. 

Kelelawar dipercaya sebagai sumber dari virus baru corona tersebut. Namuan, temuan lain menyebutkan, kelelawar tidak menularkan virus secara langsung ke manusia. Melainkan trenggiling, pada mamalia bersisik yang aktif pada malam hari ini, terdapat kecocokan genetik terdekat dengan Covid-19. Dugaannya, trenggiling menjadi perantara persebaran virus tersebut.

Cina,sebagai tempat virus bermula, sudah melarang seluruh aktivitas perdagangan satwa liar beserta konsumsinya. Peraturan ini dibuat sebagai antisipasi munculnya virus baru dan menekan angka persebaran virus agar tdak makin meluas.

Di Indonesia, dampak Covid-19 pada perdagangan satwa liar seperti tidak memberi efek sama sekali. Lini masa facebook di grup-grup jual beli satwa eksotif, masih ramai dengan postingan berbagai macam satwa liar. Kucing hutan, musang, burung elang, monyet, lutung dan berbagai satwa lain. Meski belum ada penjelasan mengenai potensi virus dari satwa tersebut, namun kita tidak pernah tahu, mutasi virus jenis apa yang dibawa satwa tersebut dan potensi penularannya ke manusia.

Perdagangan satwa liar harus dihentikan. Alam butuh penyeimbang, manusia harus bisa hidup berdampingan. Stop memelihara satwa liar! (SON)