SI LIAR BONTI

Setiap orangutan memiliki kepribadian yang unik. Kali ini, Steven akan bercerita tentang sosok orangutan bernama Bonti saat berada di sekolah hutan. Bonti di usianya yang 5 tahun terlihat lebih dewasa dibandingkan kawan-kawan betina sekandangnya.

Bonti adalah murid sekolah hutan yang terbilang paling liar. Selalu aktif menjelajah di sekolah hutan dan tercatat sering membuat satang dibanding murid lainnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya untuk memanjat. Begitu setibanya di lokasi sekolah hutan, dia langsung meraih pohon dan lekas memanjat. Para perawat satwa kewalahan dengan gerak lincahnya. Ia selalu menghindari kami, para perawat satwa yang memanggilnya untuk kembali ke kandang.

Selain itu, Bonti pandai mencari makan sendiri di hutan. Buah-buahan di pohon selalu dia dapatkan. Orangutan Bonti ini sangat bagus perkembangannya du sekolah hutan, ia cukup liar dan juga pandai membuat sarang dan sifat almiahnya sudah lumayan terlihat.

Bonti juga kerap menginap di lokasi sekolah hutan. Dipanggil pulang ke kandang kadang tak dihiraukannya lagi. Dan kembali memunculkan batang hidungnya ketika waktu makan di pagi hari. Aduh Bonti! (STV)

TUTUP PASAR BURUNG! BEBASKAN SATWA LIAR DARI PERBURUAN

Hampir seluruh sektor terkena imbas pandemi Covid-19, tak terkecuali pasar-pasar burung tradisional di beberapa kota di Jawa. Pasar Burung Muntilan contohnya, pasar burung yang terletak di jalan Magelang-Yogyakarta Jawa Tengah ini yang biasanya ramai oleh pedagang dan pembeli satwa saat ini sepi. Dari kurang lebih 50 kios, hanya sekitar 9 kios yang buka di dalam area pasar. Dimana 4 diantaranya menjual pakan dan perlengkapan burung dan 5 kios lainnya menjual aneka burung dan unggas.

Dalam situasi normal biasanya pasar burung ini ramai menjual berbagai jenis satwa seperti burung-burung kicau sampai musang bahkan sampai satwa dilindungi seperti jenis trenggiling pun pernah ditemukan dijual di pasar ini. Salah satu pedagang di pasar ini contohnya dalam satu kali perputaran transaksi, jumlah burung yang bisa dijual kurang lebih 300 ekor, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari beberapa jenis burung. Yang paling banyak di setiap pengiriman adalah burung prenjak gunung (Prinia Suoerciliaris). Dalam seminggu pedagang ini bisa melakukan dua kali transaksi berarti dalam sebulan kurang lebih 2400 ekor burung yang dia jual yang mana semua satwa itu diburu dari alam. Itu baru dari satu pedagang.

Adanya himbauan pemerintah untuk social distancing dan beredarnya info kalau virus Covid-19 ini berasal dari satwa membuat orang-orang enggan datang ke pasar burung sehingga banyak pedagang yang tidak membuka tokonya. “Hal ini baik untuk satwa di alam. Suasana sepi permintaan akan satwa di pasar burung. Semoga, penangkapan atau perburuan di alam juga berkurang sehingga keseimbangan alam tetap terjaga”, ungkap Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

“Semoga masyarakat semakin sadar bahwa memelihara satwa liar itu tidak benar karena dapat menganggu keseimbangan alam dan juga dapat saling menularkan menganggu keseimbangan alam dan juga dapat saling menularkan penyakit dari satwa ke manusia, juga sebaliknya dari manusia ke satwa.”, tambah Daniek. (HER)

 

GOGON DAN DEDEK… KAMI DARI APE WARRIOR COP

Ini adalah kunjungan kami yang kedua paska rencana untuk membantu ketujuh orangutan yang ada di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja. Rabu, 29 April 2020, tim APE Warrior mengumpulkan informasi terkait teknis perawatan orangutan di sana. 

Setiap pagi, kandang-kandang dibersihkan dilanjutkan ‘feeding’ atau pemberian pakan orangutan yang dilakukan dua kali dalam sehari, pukul 10.00 dan 14.00 WIB. “Syukurlah tak ada orangutan yang alergi pada pakan selama ini. Itu sangat memudahkan tim APE Warrior kedepannya.”, ujar Liany D. Suwito dari tim APE Warrior yang selalu siap sedia saat bencana alam yang datang sewaktu-waktu, tak terkecuali pandemi COVID-19 yang memaksa WRC Jogja angkat tangan dalam menjalankan taman satwa ini. 

Tim APE Warrior dengan dukungan para relawannya yang tergabung dalam orangufriends, membeli pakan tambahan untuk orangutan berupa nenas dan semangka yang kebetulan dekat dengan camp APE Warrior di Jalan Gito-Gati, Gondanglegi, Sleman, Yogyakarta. Nanas sebanyak 26 buah, semangka seberat 13 kg dan pisang 10 sisir akhirnya mengisi rak gudang pakan WRC. “Nenasnya menggoda iman… hahahaha.”.

Feeding sore, kami berkesempatan mengamati kandang Gogon dan Dedek. Mereka berdua berada dalam satu kandang. “Waduh, dua jantan dewasa berada dalam satu kandang? Dedek walaupun berusia lebih muda dibandingkan Gogon yang berusia 19 tahun memiliki tubuh lebih besar dan terlihat lebih dominan. Perlu lebih waspada nih.”, ujar Lia lagi. 

Panggilan untuk Orangufriends, silahkan donasi lewat kitabisa.com atau kirim pakan orangutan ke camp APE Warrior ya. Bersama… kita bisa!