SELAMAT DATANG APE SENTINEL

Usai Sumatran Mission, sebuah perjalanan darat dari ujung selatan pulau Sumatra hingga ujung timur Indonesia, Centre for Orangutan Protection memperkenalkan sebuah tim termudanya dengan sebutan APE SENTINEL. APE yang merupakan singkatan dari Animal, People and Environment ditambah Sentinel yang berarti penjaga. “Harapan kelahiran tim termuda ini akan menjadi penjaga satwa, masyarakat dan lingkungannya. Sebuah harapan tinggi dengan jangkauan yang luas menjadi tantangan tersendiri untuk COP yang sejak tahun 2020 lebih terbuka dengan misinya yaitu Protect the Orangutan and Beyond. Kami menyadari, tidak bisa bekerja hanya untuk orangutan saja, tetapi kami pun bekerja untuk yang lainnya”, jelas Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

Centre for Orangutan Protection sejak berdiri di tahun 2007 fokus pada perlindungan orangutan dan habitatnya. Seiring waktu dan kejadian di lapangan, COP menjadi organisasi kampanye orangutan yang tidak meninggalkan kehadiran satwa liar lainnya. Sebut saja ketika perdagangan satwa terjadi, bersama organisasi satwa lainnya, COP menemukan hal yang menarik. “Saat itu yang diperdagangkan monyet ekor panjang. Ketika kita masuk ke gudang penyimpanannya, ternyata ada binturong, kus-kus, elang, kukang dan orangutan”, cerita Daniek lagi.

Begitu pula saat melakukan penyelamat di habitat orangutan yang tergusur pembukaan perkebunan kelapa sawit. Tak jarang satwa liar yang dipelihara secara ilegal tidak hanya orangutan, namun ada beruang madu, siamang, owa, kukang bahkan kucing hutan. “Kembali lagi ketika COP berdiri, orangutan adalah pintu masuk untuk menyelamatkan satwa liar lainnya. COP sadar betul, sejak berdiri tidak mungkin mengabaikan satwa liar lainnya bahkan hewan yang membutuhkan pertolongan pun akan tetap jadi perhatiannya. Karena setiap makhluk hidup punya kesempatan untuk berperan di habitatnya”. 

Selamat datang APE Sentinel, mari menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk satwa liar di Sumatra. Terimakasih WCI Foundation Canada atas dukungannya untuk satwa liar di Sumatra.

MENJAGA POPULASI LUTUNG MERAH DENGAN MORATORIUM

Salah satu hal mengagumkan dari Pulau Borneo adalah kekayaan alamnya. Ada banyak sekali tumbuhan dan hewan yang hanya bisa ditemui di pulau ini, atau istilahnya spesies endemik. Beberapa contoh satwa endemik di Kalimantan antara lain orangutan Kalimantan, bekantan, owa, kalawet dan lutung merah. Saat melakukan investigasi di Jalan Poros Kelay-Merapun, tim APE Crusader sangat beruntung bisa berjumpa dengan sekolompok lutung merah.

Lutung merah dapat ditemui di kelima provinsi di Kalimantan (Indonesia) serta Sabah dan Serawak (Malaysia). Nama ilmiah lutung merah ialah Presbytis rubicunda, sedangkan dalam bahasa lokal disebut kelasi. Satwa ini memiliki rambut berwarna merah marun dengan wajah gelap kebiruan dan memiliki ekor yang panjang. Lutung merah hidup berkelompok sebanyak 6-8 ekor dengan 1 jantan dewasa, beberapa betina dan anakan. Spesies ini hidup di hutan hujan tropis dan hutan rawa. Makanan utama lutung merah adalah daun. Selain itu, mereka juga mengkonsumsi biji, buah, jamur dan serangga.

Ancaman terbesar bagi lutung merah adalah kerusakan hutan dan perburuan. IUCN Red List memperkirakan populasi lutung merah telah turun sebesar 50% jika dilihat dari perubahan habitat selama 30 tahun terakhir serta ancaman pembukaan hutan, pengeringan rawa gambut dan kebakaran hutan dalam 15 tahun ke depan. Oleh sebab itu, IUCN memasukkan spesies ini ke dalam kategori Vulnerable (Rentan). Lutung merah trmasuk golongan Appendix II CITES serta satwa yang dilindungi di Indonesia menurut UU No. 5/1990 dan PermenLHK No. 106/2018.

Menjaga kelestarian suatu spesies tentu harus diimbangi dengan menjaga habitatnya. Moratorium kelapa sawit berperan dalam menjaga hutan alam dari industri sawit yang tidak berkelanjutan. Instruksi Presiden No 8/2018 tentang Moratorium Perkebunan Kelapa Sawit telah berakhir tanggal 19 September 2021. Moratorium kelapa sawit sangat perlu untuk diperpanjang demi melindungi habitat lutung merah dan satwa endemik lainnya yang terancam punah. (IND)

DEVI MEMBUAT SARANG ORANGUTAN DI HAMMOCK NYA

Giginya baru 20 buah. Orangutan yang baru masuk 28 April yang lalu ini terlihat sangat liar. Tak seorang pun diijinkannya mendekatinya. Berat badannya hanya 8 kg, namun kekuatannya mempertahankan diri, luar biasa. Menggigit adalah caranya mempertahankan diri. Hampir semua tim APE Defender yang menjemputnya berkenalan dengan giginya.

Devi menghuni kandang yang dekat dengan klinik BORA sendirian. “Sebenarnya masa karantina Devi sudah berakhir. Namun kasus COVID-19 di sekitar pusat rehabilitasi sedang tinggi, sehingga Devi belum dicoba untuk sekolah hutan. Kami berharap dia memahami kalau kami tidak berniat menyakitinya. Kami ingin suatu saat dia kembali lagi ke habitatnya”, ujar Linau, kordinator perawat satwa BORA.

Hampir lima bulan mengamati aktivitas Devi di kandang. Devi tak pernah menyia-nyiakan daun-daunan dan ranting yang diberikan perawat satwa usai makan pagi dan sore. Sekalipun hammock yang terpasang di kandang ada, Devi tetap menyusun dedaunan untuk menambah kenyamanannya. Sesekali terlihat seperti membuat pelindung untuk kepalanya. “Semoga orangutan lainnya bisa belajar dari Devi untuk membuat sarang nantinya. Entah apa yang terjadi pada induknya. Mungkin membuat sarang adalah satu-satunya kenangan yang diingatnya bersama induknya yang bisa dia lakukan sekarang”, tambah Linau dengan sedih.

Orangutan bukan hewan peliharaan. Perdagangan orangutan itu melanggar hukum. Pelaku kejahatan ini diancam 5 tahun penjara dan dengan denda 100 juta rupiah. “Putusan atas kejahatan perdagangan orangutan tak pernah ada yang mencapai hukuman maksimal ini. Bagaimana hukum bisa ditegakkan, jika masih setengah hati. Kerugian ekologi yang harus ditanggung jauh lebih besar dari hukuman maksimal itu. Centre for Orangutan Protection berharap jaksa berani menuntut hukuman masimal ini. Dan hakim berpihak pada dunia konservasi”, kata Satria Wardhana, Anti Wildlife Crime COP.

HARI RABIES SEDUNIA 2021, INDONESIA BISA

Rabies atau lebih dikenal dengan penyakit anjing gila, merupakan penyakit zoonosis yang sangat ditakuti nomor 1 di dunia. Penyakit bersifat fatal karena bisa menyebabkan kematian bagi hewan maupun manusia yang terinfeksi. Ini merupakan penyakit penting di Indonesia. Virus genus Lyssavirus yang menyebabkan penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-abad lampau dan menyebar di seluruh dunia. Menurut WHO, Rabies terjadi di 92 negara dan endemik di 72 negara termasuk Indonesia. Kasus di Indonesia dilaporkan pertama kali pada tahun 1889 pada kerbau oleh Esser dan tahun 1894 kasus pada manusia dilaporkan oleh de Hann. Sejak saat itu, kasus rabies meluas hampir ke seluruh negeri.

Rabies dapat terjadi pada semua hewan berdarah panas, seperti anjing, kucing, kera, kuda, sapi domba, kambing dan lain-lain termasuk manusia.Namun demikian menurut data Kementan, penyebar utama rabies di Indonesia adalah anjing (92%), kucing (6%) dan kera (3%). Menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (EIO), pada hewan penderita rabies, virus ditemukan pada air liurnya oleh sebab itu penularan ke manusia atau hewan berdarah panas lain adalah melalui gigitan atau luka terbuka dengan masa inkubasi berkisar dari harian sampai berbulan-bulan. Tentu saja tergantung banyak tidaknya virus yang masuk melalui luka, dekat tidaknya luka dengan sistem syaraf karena virus ini menyerang sistem syaraf dan perlakukan luka setelah gigitan. Gejala umum yang timbul adalah berupa manifestasi peradangan otak yang akut baik pada manusia maupun hewan. Di seluruh dunia, rabies sendiri sudah mengakibatkan kematian sekitar 59.000 orang setiap tahun.

Di beberapa negara seperti Amerika, satwa liar seperti kelelawar, skunk dan sigung merupakan vektor beberapa jenis rabies. Sedangkan di Indonesia, jenis Canine rabies yang terjadi lebih banyak menyerang anjing dan sedikit kucing. Ada sekitar 100 kasus gigitan pada manusia per tahun 2020. Tingginya tingkat kasus penularan pada hewan peliharaan ke manusia tersebut disebabkan karena faktor perilaku sosial masyarakat sendiri, dimana anjing dipergunakan dalam aktivitas manusia sehari-hari seperti berburu babi hutan, penjaga kebun/ladang yang berbatasan dengan hutan, mobilitas anjing dan kucing antar daerah yang tidak terkontrol maupun pemeliharaan yang tidak bertanggung jawab (diliarkan dan tidak tervaksin).

Transmisi rabies pada peliharaan domestik ke satwa liar sangat bisa terjadi. Aktivitas manusia yang mulai merambah kehidupan satwa liar telah menyebabkan terjadinya interaksi hewan-hewan peliharaan ini dengan satwa liar dan akan menjadi ancaman besar bagi populasi dan konservasi satwa liar. Tercatat selain rabies, beberapa penyakit hewan domestik sudah mulai menyerang satwa liar. Beberapa tradisi dan kepercayaan juga turut mengambil peran dalam penyebaran rabies seperti tidak mau memcaksin anjing pemburu, pemeliharaan beruk (Macaca nemestring) untuk proses pemanenan kelapa serta pengambilan dari alam kera ekor panjang (Macaca fasicularis) untuk Topeng Monyet turut mendorong semakin meluasnya penyakit ini baik ke lingkup domestik maupun satwa liar.

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan vaksinasi rabies terutama untuk anjing, kucing dan kera yang dipelihara di seluruh pelosok negeri. Tindakan ini sangat penting untuk mengeliminasi kasus rabies baik di hewan maupun manusia. Vaksinasi dan pemeliharaan yang bertanggung jawab untuk hewan domestik adalah suatu upaya untuk meminimalisir transmisi kasus rabies ke satwa liar karena bagaimana pun dengan penyebaran populasi manusia serta perubahan lingkungan dan globalisasi, sangat sulit mencegah transmisi penyakit ini kehidupan liar.

Selamat Hari Rabies Sedunia, 28 September 2021! (DTW)

PEDAGANG ORANGUTAN DI SAMARINDA DENGAN VONIS 2,6 TAHUN

Samarinda, Sidang kasus perdagangan satwa liar orangutan melalui akun media sosial facebook akhirnya mencapai puncaknya. Pada hari Kamis (2/9) Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menyatakan terdakwa Nur SAS alias Simex Bin Suwandi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat (20 huruf A, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu menangkap, menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Majelis Hakim menjatuhkan Bonie pidana penjara selama 2 (dua) tahin dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan kepada Simex. Secara terpisah, ada terdakwa Abdullah Bin (alm) Bedu sebagai oelaku yang menyuruh dan turut melakukan transaksi jual-beli pada Senin, 26 April 2021 sekitar pukul 21.00 WITA atau setidak-tidaknya pada suatu waktu masih pada bulan April 2021 bertempat di depan Rumah Makan Bebek Ayam Ranjau, Jl. Pelita Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sunagi Pinang, Kota Samarinda. Lelaki paruh baya ini dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sebsidair 2 (dua) bulan kurungan.

Sebelumnya pada Senin (26/4) Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Mabes Polri dibantu COP dan OIC menggerebek pedagang satwa di Samarinda. Tim menangkap pedagang bernama Max dan mengamankan 1 individu bayi orangutan betina yang ditaruh dalam ember kecil di bagasi mobil. Untuk orangutan tersebut kini telah mendapatkan perawatan penuh di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur.

Vonis ini tentunya patut disambut baik sebagai bentuk apresiasi atas kinerja jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan Balai KSDA Kalimantan Timur dalam mengungkap kasus-kasus perdagangan satwa liar. Dengan hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda 10 juta ini mudah-mudahn dapat memberikan efek jera kepada para pelakju kejahatan lingkungan hidup, termasuk perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Harapannya ke depan dalam kasus yang lain, putusan majelis hakim dapat lebih berpihak pada dunia konservasi.

Perdagangan ilegal satwa liar meru[akan jenis kejahatan terorganisir yang berskala besar. Keuntungan ilegalnya bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Bisnis tersebut turut mendorong praktik korupsi, mengancam keanekaragaman hayati dan dapat menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap negara. Untuk memindahkan, menyembunyikan dan mencuci keuntungan yang didapatkan, pelaku memanfaatkan berbagai kelemahan di sektor keuangan dan non-keuangan yang memungkinkan kejahatan terhadap satwa liar terus berlangsung sekaligus merusak integritas sistem keuangan. Terlepas dari fakta ini, investigasi terhadap jejak keuangan yang ditinggalkan oleh tindak kejahatan ini masih tergolong langka.

Satwa liar dilindungi adalah aset negara yang nilainya tidak terukur dan negara rugi besar dengan adanya praktek pengambilan dan perdagangan satwa secara ilegal. Hal ini berhubungan langsung dengan keseimbangan ekosistem alam yang memberikan manfaat banyak bagi masyarakat luas. (SAT)

MORATORIUM SAWIT BERAKHIR 4 HARI LAGI

Kebijakan moratorium sawit sesuai Instruksi Presiden atau Inpres No. 8/2018 akan berakhir tanggal 19 September 2021 atau 4 hari ke depan. Inpres tersebut mengatur tentang pemberhentian sementara (penundaan) izin baru konsesi perkebunan kelapa sawit. Moratorium dilakukan untuk mengevaluasi dan menata izin-izin perkebunan sawit, serta meningkatkan produktivitas lahan.

Moratorium adalah salah satu upaya untuk membenahi izin konsesi kelapa sawit yang tumpah tindih. Ada beberapa kasus dimana satu lahan yang sama ternyata masuk ke dalam konsesi perusahaan-perusahaan yang berbeda. Dengan adanya moratorium, pemerintah memiliki waktu untuk meluruskan izin-izin konsesi yang kusut. Moratorium juga bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada petani sawit dan peningkatan produktivitas lahan. Hal tersebut penting dilakukan agar hasil panen bisa meningkat tanpa harus membuka lahan yang baru.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa luas perkebunan sawit di Indonesia tahun 2020 mencapai 14,85 juta hektar. Artinya, perkebunan sawit lebih luas dibanding Pulau Jawa yang memiliki luas 12,82 juta hektar. Dengan konsesi yang sudah luar biasa besar, tentu pemberian izin-izin baru dikhawatirkan akan mengambil ruang hidup masyarakat adat dan flora fauna di hutan. Mau dimana lagi mereka akan hidup jika rumah mereka dijadikan perkebunan sawit?

Sampai hari ini pemerintah belum memperpanjang moratorium, padahal izin-izin perkebunan sawit masih belum dibenahi. Masih banyak konsesi yang tumpah tindih. Hasil analisis JATAM di tahun 2019. menemukan bahwa di Kalimantan Timur ada 4,5 juta hektar konsesi yang saling tumpah tindih antara izin pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Luas konsesi yang tumpah tindih ini setara dengan 68 kali luas DKI Jakarta. Itu baru kasus di Provinsi Kalimantan Timur, belum di provinsi yang lain.

Selain penataan izin dan peningkatan produktivitas, moratorium juga sangat berperan dalam kelestarian lingkungan. Moratorium menjaga hutan-hutan alam dari ancaman pembukaan lahan (land clearing). Jika hutan lestari, flora fauna di dalamnya juga akan lestari, termasuk orangutan. Batas akhir moratorium sawit sudah tinggal 4 hari lagi. Kami harap kebijakan moratorium diperpanjang untuk membuktikan komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan dan membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan. (IND)

VONIS 2 TAHUN UNTUK PENYELUDUP ORANGUTAN SUMATRA

Pada penghujung bulan April 2021 lalu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Lampung bersama dengan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni Polres Lampung Selatan dan Balai Karantina Pertanian Wilayah Karja Bakauheni melakukan operasi kegiatan K9 di pelabuhan Bakauheni. Operasi gabungan ini berhasil menyelamatkan dua individu bayi orangutan Sumatra (Pongo abelii) berkelamin jantan dan betina dengan umur diperkirakan 1 hingga 1 tahun 4 bulan.

Awalnya kedua bayi ini sempat dirawat di lokasi transit Pusat Penyelamatan Satwa Lampung, Sumatran Wildlife Center (SWC JAAN) Lampung. Kemudian pada bulan Mei 2021, kedua bayi tersebut diserahkan ke BKSDA Jambi bersama Frankfurt Zoogical Society (FZS) sebagai pengelola sekolah orangutan. Oleh Menteri Siti Nurbaya, kedua orangutan ini diberi nama Siti untuk yang betina dan Sudin untuk yang jantan.

Ketika diseludupkan, kedua orangutan ini dibawa oleh bus ALS dengan Nomor polisi BK 7885 DK dari Medan, Sumatra Utara menuju Tanggerang. Semua awak bus diamankan oleh pihak berwajib untuk dimintai keterangan. Dari hasil pemeriksaan, supir dan kernet bus ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik KSKP yang berada di bawah Kepolisian Resor Lampung Selatan. Penunjukkan kedua tersangka tersebut menunjukkan bahwa kasus ini telah masuk ke dalam proses hukum di tingkat penyidikan. Penyidik dapat melakukan upaya paksa yakni penyitaan dan penggeledahan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) hingga melakukan pengembangan kasusnya.

Selanjutnya, 30 April 2021, penyidik Polres Lampung Selatan berhasil mengamankan seseorang yang diduga penjual orangutan yang beralamat di kota Medan, Sumatra Utara. Disinyalir pelaku kejahatan ini adalah pemain lama perdagangan orangutan, namun belum pernah tertangkap dan diproses hukum.

Terkait dengan tindak pidana pada kasus ini, penyidik menjerat pelaku dengan Pasal 21 Ayat 2 UU No.5 tahun 1990 tentang Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan bunyi, “Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup’. Pasal 40 Ayat 2 berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketntuan sebagaimana dimaksud pasal 21 Ayat 2 dipida dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Penantian panjang pemerhati satwa langka ini pun berbuah manis. Selama kurang lebih lima bulan proses pengembangan, penyidikan dan persidangan akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kalianda menjatuhkan vonis pidana penjara kepada 2 orang pelaku penyeludupan orangutan ke pulau Jawa dan kepemilikan satwa dilindungi lainnya.

Tersangka berinisial EDP pemilik satwa dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun, sementara terdakwa HP yang merupakan supir kendaraan bus ALS yang mengangkut orangutan, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun.

Kedua vonis yang diberikan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Selatan (Lamsel).”Kendati demikian, Centre for Orangutan Protection mengapresiasi kinerja tim penegakan hukum pada kasus ini. Vonis tersebut menjadi langkah serius untuk upaya menekan kasus kejahatan terhadap satwa liar dilindungi, khususnya orangutan”, kata Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crim COP. (SAT)

SUMATRAN ORANGUTAN ROADSHOW MENGKAMPAYEKAN ANTI SENAPAN ANGIN

Sumatran Mission 2021 mengangkat isu Anti Senapan Angin. Aksi ini didasari temuan-temuan kasus penggunaan ilegal senapan angin untuk menembak satwa liar. Dari Catatan COP, setidaknya lebih dari 20 kasus yang korbannya adalah orangutan. Tidak sedikit yang mengalami lumpuh, buta bahkan mati.

Selain kampanye isu anti senapan angin leat siaran radio, dalam sepekan ini perjalanan tim juga langsung turun ke jalan. Aksi dilakukan secara theatrikal dengan menggunakan kostum orangutan dan membawa poster bertuliskan anti senapan angin. Di Lampung, tim yang menyebut dirinya APE Guardian atau malaikat kera ini beraksi di Bundaran Siger yang menjadi ikon pintu masuk pulau Sumatra. Kemudian di Palembang, aksi dilakukan di atas jembatan Ampera yang berada di pusat perekonomian kota. Jembatan Ampera juga menjadi jalur perairan tersibuk di kota yang terkenal dengan mpek-mpeknya dengan kuah cukonya yang khas. Naik lebih ke atas lagi, tim APE Guardian beraksi di Tugu Keris. Tak seorang pun orang Jambi yang tak mengenal tugu ini, tempat. wajib bagi yang melintas kota Jambi untuk mengabadikannya.

Keterbatasan personil dan waktu yang singkat tak menyurutkan semangat apalagi dengan dukungan Orangufriends (relawan orangutan) di kota-kota yang dilintasi Sumatran Mission 2021 ini, tim bertekad akan terus beraksi hingga kota terakhir. “Masyarakat luas harus menentang penggunaan senapan angin. Apalagi penggunaannya untuk menembak satwa. Kelangsungan hidup satwa tersebut terancam. Hari ini satwa, besok bisa saja adik atau kakak kita”, ujar Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

Penggunaan senapan angin masuk dalam Peraturan Kapolri No 08/2012. Pada pasal 12 ayat 1, Senapan Angin termasuk senjata api dalam penggunaannya hanya boleh dilakukan untuk olahraga menembak, dilarang menggunakan di luar lokasi latihan dan tidak diperbolehkan untuk berburu. Jika ada pelanggaran bisa dilaporkan ke aparat ke wilayah terdekat. Bisa ke Polsek atau Polres setempat. (SAT)

COP TEMUKAN ORANGUTAN DAN SATWA LIAR LAINNYA, KAWASAN INI PUNYA NILAI KONSERVASI TINGGI

Sepanjang bulan Agustus 2021, tim APE Crusader dari Centre for Orangutan Protection (COP) menerima 10 (sepuluh) laporan orangutan masuk perkebunan, area pertambangan, pemukiman masyarakat dan berada di pinggir jalan atau menyeberang jalan. Beberapa kasus laporan sempat viral di media sosial. Laporan terakhir membawa tim APE Crusader menelusuri informasi di wilayah Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 7 September 2021.

“Atas informasi masyarakat, tim mencoba menelusuri dan melakukan pengecekan kebenaran informasi orangutan di pinggir jalan dan masuk kebun warga masyarakat di sekitar Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen”, ujar Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader COP.

Lokasi Kampung Sidobangen merupakan salah satu kampung yang wilayahnya berbatasan langsung dengan area Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang memiliki peran penting sebagai habitat satwa liar terutama orangutan. Potensi konflik sangat memungkinkan terjadi dengan kondisi seperti sekarang ini. “Sering munculnya orangutan di pinggir jalan maupun menyeberang jalan seperti yang viral beberapa waktu ini, kami menduga jalan poros tersebut menjadi salah satu pemisah antar metapopulasi orangutan yaitu HLSL dan Hutan Lindung Wehea”, jelas Arif.

Banyaknya informasi masuk terkait perjumpaan orangutan di area yang berdampingan dengan aktivitas manusia membuat tim APE Crusader mengintensifkan patroli di area tersebut. “Kami berjumpa dengan satu individu orangutan (pongo pygmaeus morio), lutung dahi putih (presbytis frontata) dan lutung merah (Presbytis rubicunda) yang cukup langka pada kunjungan lapangan tanggal 7 September yang lalu. Ketiganya termasuk satwa liar ikonik Kalimantan yang terancam keberadaannya karena hutan yang merupakan habitatnya beralih fungsi”, Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader.

Centre for Orangutan Protection bersama Balai KSDA Kalimantan Timur terus melakukan upaya preventif terhadap berbagai macam potensi konflik satwa liar yang ada di wilayah ini. Salah satunya dengan pemasangan papan himbauan serta penyadartahuan kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di sekitar area tersebut untuk tidak berburu dan melukai orangutan maupun satwa liar lainnya jika terjadi perjumpaan secara langsung.

Untuk wawancara lebih lanjut, silahkan hubungi:

Arif Hadiwijaya
Kapten APE Crusader COP
HP: 081318702729
Email: info@orangutanprotection.com

APE CRUSADER BERTEMU DENGAN LUTUNG DAHI PUTIH YANG LANGKA

Tim APE Crusader melakukan pengecekan di Jalan Poros Kelay-Merapun setelah mendapat laporan kemunculan orangutan di jalan tersebut. Dari hasil tinjuan lapangan, tim menemukan 1 individu orangutan dan beberapa bekas sarang orangutan. Di sekitar area juga terpantau aktivitas satwa primata yang lain, seperti owa, lutung merah dan lutung dahi putih.

Lutung dahi putih dengan nama ilmiah Presbytis frontata adalah primata endemik yang hanya bisa ditemukan di Pulau Kalimantan. Spesies ini memiliki tubuh berwarna hitam keabu-abuan dengan ciri khas corak putih pada dahinya. Lutung dahi putih hidup dalam kelompok kecil. Satu kelompok terdiri atas satu individu jantan dan 2-3 individu betina. Makanan utama lutung dahi putih adalah daun dengan makanan tambahan seperti buah, bunga, jamur dan serangga.

Lutung dahi putih termasuk satwa langka karena populasinya terus menurun. Hal ini membuat lutung dahi putih masuk ke dalam kategori Rentan (Vulnerable) menurut IUCN. Sementara CITES memasukkannya dalam kategori Appendix II. Lutung dahi putih juga masuk dalam spesies hewan dilindungi, baik di negara Indonesia dan Malaysia. Perburuan dan perdagangan lutung dahi putih melanggar UU No. 5/1990 dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.

Habitat lutung dahi putih cukup terbatas. Spesies ini tercatat berada di 7 kawasan lindung, yaitu Taman Nasional Batang Ai, TN Betung Kerimun, TN Bukit Baka-Bukit Raya, TN Gunung Palung, TN Kutai, Hutan Lindung Wain serta Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary. Perjumpaan tim APE Crusader COP dengan lutung dahi putih membuktikan bahwa spesies ini juga terdapat di hutan Wehea di Muara Wahau, Kalimantan Timur. (IND)