COP TEMUKAN ORANGUTAN DAN SATWA LIAR LAINNYA, KAWASAN INI PUNYA NILAI KONSERVASI TINGGI

Sepanjang bulan Agustus 2021, tim APE Crusader dari Centre for Orangutan Protection (COP) menerima 10 (sepuluh) laporan orangutan masuk perkebunan, area pertambangan, pemukiman masyarakat dan berada di pinggir jalan atau menyeberang jalan. Beberapa kasus laporan sempat viral di media sosial. Laporan terakhir membawa tim APE Crusader menelusuri informasi di wilayah Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 7 September 2021.

“Atas informasi masyarakat, tim mencoba menelusuri dan melakukan pengecekan kebenaran informasi orangutan di pinggir jalan dan masuk kebun warga masyarakat di sekitar Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen”, ujar Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader COP.

Lokasi Kampung Sidobangen merupakan salah satu kampung yang wilayahnya berbatasan langsung dengan area Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang memiliki peran penting sebagai habitat satwa liar terutama orangutan. Potensi konflik sangat memungkinkan terjadi dengan kondisi seperti sekarang ini. “Sering munculnya orangutan di pinggir jalan maupun menyeberang jalan seperti yang viral beberapa waktu ini, kami menduga jalan poros tersebut menjadi salah satu pemisah antar metapopulasi orangutan yaitu HLSL dan Hutan Lindung Wehea”, jelas Arif.

Banyaknya informasi masuk terkait perjumpaan orangutan di area yang berdampingan dengan aktivitas manusia membuat tim APE Crusader mengintensifkan patroli di area tersebut. “Kami berjumpa dengan satu individu orangutan (pongo pygmaeus morio), lutung dahi putih (presbytis frontata) dan lutung merah (Presbytis rubicunda) yang cukup langka pada kunjungan lapangan tanggal 7 September yang lalu. Ketiganya termasuk satwa liar ikonik Kalimantan yang terancam keberadaannya karena hutan yang merupakan habitatnya beralih fungsi”, Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader.

Centre for Orangutan Protection bersama Balai KSDA Kalimantan Timur terus melakukan upaya preventif terhadap berbagai macam potensi konflik satwa liar yang ada di wilayah ini. Salah satunya dengan pemasangan papan himbauan serta penyadartahuan kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di sekitar area tersebut untuk tidak berburu dan melukai orangutan maupun satwa liar lainnya jika terjadi perjumpaan secara langsung.

Untuk wawancara lebih lanjut, silahkan hubungi:

Arif Hadiwijaya
Kapten APE Crusader COP
HP: 081318702729
Email: info@orangutanprotection.com

PENDATANG BARU DI BORA AKHIRNYA MENGHABISKAN BUAHNYA

Satu bulan yang lalu, anak orangutan ini masuk pusat rehabilitasi orangutan yang ada di Berau, Kalimantan Timur. Orangutan ini akhirnya terbiasa memakan buah jatahnya sampai habis. Dia adalah Orangutan Kalimantan betina yang dulunya dipelihara masyarakat dan disita BKSDA Kaltim kemudian dititipkan ke BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk menjalani rehabilitasi.

Selama kurang lebih empat tahun menjadi peliharaan, anak orangutan ini terbiasa diberi makanan manusia oleh pemeliharanya. Dia lebih mengenal roti, permen, wafer dan makanan manusia lainnya, tepatnya jajanan anak-anak yang dapat dengan mudah dibeli di warung.

Ketika dua minggu pertama di BORA, anak orangutan ini kelihatan sangat belum terbiasa ketika diberi pakan buah. Setiap diberi buah-buahan, dia hanya mencoba satu gigitan lalu langsung membuang sisanya. Namun setelah lebih dari dua minggu, dia perlahan-lahan mulai terbiasa untuk makan buah.

Memasuki bulan pertamanya menjadi penghuni pusat rehabilitasi orangutan ini, dia sudah bisa memakan sebagian besar buahnya sampai habis. Hanya beberapa jenis pakan yang masih belum disukainya, salah satunya buah jeruk. Terimakasih para pendukung Centre for Orangutan Protection, kami masih mencari nama yang tepat untuknya, untuk orangutan terbaru yang masuk ke BORA. (RAF)

JOJO HARUS PUAS DENGAN ENRICHMENT BAMBU

Minggu kedua Juli 2021 Centre for Orangutan Protection terpaksa kembali menerapkan karantina ketat pada Pusat Rehabilitasi Orangutan yang dikelolanya di Berau, Kalimantan Timur. BORA kembali lockdown. Perawat satwa tidak diperbolehkan pulang pergi ke rumahnya dan karyawan yang bertugas di pos pantau pulau orangutan juga hanya bisa berada di pos saja untuk mengamati orangutan dan memberi makan orangutan setiap pagi dan sore.

Ini adalah langkah terbaik yang bisa BORA lakukan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 ke orangutan. Kampung terdekat dengan BORA sedang bertarung menghadapi wabah ini dan tidak sedikit yang meninggal.

Orangutan Jojo, masih dengan ciri khusus di rambutnya yang menyerupai model potongan rambut anak punk adalah orangutan yang cukup lincah. Ketika di sekolah hutan, Jojo akan langsung manjat pohon dan bermain di atas. Jika tidak dipanggil, jarang sekali dia turun dengan sendirinya. Jojo juga suka mencoba daun-daun yang berhasil diraihnya, sesekali mematahkan dahan kemudian mengupasnya dengan giginya dan mencoba mengigiti dalamnya (kambium).

Ini adalah foto Jojo saat di dalam kandang. Perawat satwa memberikan bambu untuk membuat sibuk Jojo dan kawan-kawannya. Bambu memang tanaman yang jarang ditemukan di sekolah hutan BORA. Sesekali, ruas Bambu dilubangi kemudian diisi potongan buah dan tetesan madu. Jojo memukul-mukulkan bambunya dan ketika menemukan celah retak bisa mengambil buah-buhan yang tersimpan di dalamnya.

Jojo pun harus puas dengan enrichment yang diberikan kepadanya. Bermain dan menghabiskan hari di sekolah hutan jadi sebuah harapan. Semoga pandemi COVID-19 cepat berlalu, agar Jojo dan kawan-kawannya bisa bermain kembali di sekolah hutan.

JAINUL TERPAKSA MENIKMATI SUSU FORMULA

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. Sayangnya, orangutan bernama Jainul ini harus kehilangan induknya sejak setahun yang lalu. Jainul dipelihara warga Kutai Timur, Kaltim. Kini Jainul berada di Bornean Orangutan Rescue Alliance, Berau, Kalimantan Timur. Pusat Rehabilitasi Orangutan ini sudah berjalan selama enam tahun lebih. Saat ini ada 24 orangutan yang berada di BORA.

Ada 17 orangutan yang setiap harinya, dua kali sehari minum susu. Kedelapan belas orangutan tersebut adalah anak-anak orangutan yang tak cukup beruntung. Induk orangutan bukan lah induk yang akan dengan sukarela menyerahkan bayinya pada manusia. Induk orangutan adalah induk yang akan dengan gigih mempertahankan anaknya. Orangutan kecil yang tiba di pusat rehabilitasi, dapat dipastikan kehilangan induknya, dan kemungkinan besar induknya mati.

Apakah hal ini akan terus berlangsung? Orangutan bukan hama. Jika kamu melihat orangutan di alam, biarkan saja. Jangan diberi makan apalagi diburu. Kenapa jangan diberi makan? Orangutan punya lebih dari 600 jenis tumbuhan yang merupakan pakan di habitatnya. Dari beragam makanannya ini, dia menjadi agen penyebaran sebagian biji-bijian tersebut yang bisa memperkaya hutan tersebut. Jangan diburu, orangutan tidak akan menganggu, dia hanya berusaha bertahan hidup.

Untuk kamu yang ingin membantu orangutan di pusat rehabilitasi, bisa menyalurkan donasi lewat kitabisa.com Kami akan dengan senang menerimanya. Untuk dua gelas susu setiap harinya, itu sangat berarti.

RAMBUT AMBON DIHIASI SISA KEDONDONG

Ambon merupakan individu orangutan tertua dan terbesar di pusat rehabilitasi orangutan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Individu jantan dengan usia 27 tahun ini memiliki berat badan kurang lebih 120 kg. Ia pun memiliki rambut yang lebat. Saking lebatnya beragam sisa makanan sering tersangkut di rambutnya.

Setiap harinya Ambon diberi pakan berupa beraneka ragam jenis buah, sayur dan umbi-umbian. Pakan harian Ambon dan orangutan lainnya di BORA umumnya terdiri dari pepaya, nanas, pisang, jeruk, sirsak, salak, tomat, kedondong, bengkuang, ubi, kacang panjang, jagung, serta pakan tambahan lainnya. Namun sisa pakan yang paling sering tersangkut di rambut-rambut Ambon adalah sisa biji kedondong. Permukaan biji kedondong yang banyak mengandung serat membuatnya mudah tersangkut di antara rambut Ambon yang lebat. Walaupun begitu, nampaknya Ambon tidak peduli dengan biji-biji kedondong yang tersangkut di rambutnya. (RAF)

EAST BORNEO ORANGUTAN CARING SCHOLARSHIP (EBOCS)

EBOCS adalah Beasiswa Program Orangutan Caring Scholarships (OCS) untuk mahasiswa Kalimantan Timur yang didukung Orang Utan Republik Foundation (OURF) dan dikelola oleh Centre for Orangutan Protection (COP). Tahun 2021 merupakan tahun pertama COP mengelola beasiswa program OCS dan mendapatkan kuota 2 mahasiswa untuk menerima beasiswa EBOCS. Kuota penerima EBOCS dapat bertambah di tahun berikutnya apabila program ini berjalan dengan lancar dan baik (seperti program OCS lainnya yang sudah mendapatkan kuota 6 penerima beasiswa setiap tahunnya). Penerima EBOCS adalah mahasiswa Fakultas Kehutanan Unversitas Mulawarman yang tentunya berada di Kalimantan Timur tepatnya di Samarinda.

Fakultas kehutanan UNMUL menyambut baik program EBOCS ini. Bersama beberapa stafnya, COP menyeleksi calon penerima EBOCS 2021. Tahapan seleksi meliputi pengumpulan berkas, seleksi tahap 1 dan tahap 2. Tahapan pengumpulan berkas dilakukan dari tanggal 27 Maret hingga 10 April 2021. Seleksi berkas dilakukan oleh pihak Fakultas. Berkas yang lolos dalam seleksi tahap 1 ini merupakan berkas-berkas  yang memenuhi persyaratan yang sudah disampaikan antara lain KTP (warga/asli Kalimantan Timur), IPK (minimal 3 skala 4), mahasiswa semester 2 Fakultas Kehutanan UNMUL serta kelengkapan essai. 

Dari 5 nama calon penerima beasiswa yang lolos pemberkasan, mereka mengikuti tahapan seleksi selanjutnya yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2021. Pengumuman lolos seleksi secara online pada 19 Mei 2021 oleh Fakultas Kehutanan UNMUL. Muhammad Ismail dan Selpia Lidia Hasugian adalah penerima EBOCS 2021 dengan IPK yang bagus dan mempunyai semangat serta komitmen yang tinggi dalam dunia konservasi khususnya orangutan dan habitatnya.

Simbolisasi penerimaan dan penandatanganan kesepakatan bersama penerima EBOCS di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman pada 17 Juni 2021 secara daring dan luring dihadiri Prof. Dr. Rudianto Amirta, S.Hut, M.P sebagai Dekan Fahutan Unmul beserta staf dan karyawan, Gary Saphiro, Ph.D dari OURF dan Oktaviana Sawitri dari COP serta penerima beasiswa beserta keluarganya. Semoga EBOCS dapat membantu para mahasiswa dalam menyeldunia pendidikan perguruan tinggi di Kalimantan Timur. (OKT)

ANTAK SENANG BERAYUN-AYUN

Orangutan berusia 16 tahun bernama Antak sangat senang berayun-ayun. Ia merupakan orangutan jantan yang sedang menempati kandang karantina di pusat rehabilitasi orangutan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA), Berau, Kalimantan Timur. Orangutan dengan berat badan kurang lebih 36 kg ini sering terlihat pendiam dan duduk tenang di bawah menunggu pakan saat jadwal pemberian pakan oleh perawat satwa. Namun saat perawat satwa telah meninggalkan area kandang karantina, Antak terlihat lebih aktif bermain sendiri dengan berayun-ayun pada jeruji bagian atas kandangnya.

Antak dapat mengayun-ayunkan dirinya dengan 1 lengan secara bergantian kiri dan kanan ataupun dengan dua lengan sekaligus. Ia dapat berayun-ayun selama lebih dari 5 menit secara terus-menerus sebelum akhirnya istirahat sejenak dan kembali berayun-ayun setelahnya. Ia terlihat lebih sering berayun-ayun dibandingkan dengan 3 individu orangutan penghuni kandang karantina lainnya. Mungkin berayun-ayun adalah hobi Antak.

Saat ini ia merupakan salah satu kandidat calon penghuni pulau pra pelepasliaran yaitu satu tahap terakhir sebelum pelepasliaran orangutan setelah menjalani rehabilitasi. Semoga proses rehabilitasi Antak berjalan dengan lancar, sehingga ia dapat segera berayun-ayun dalam lebatnya kanopi hutan Kalimantan. (RAF)

HUTAN RESTORASI EKOSISTEM BUSANG, HARAPAN MASA DEPAN ORANGUTAN DI KALIMANTAN TIMUR

Berau – Maraknya video yang beredar di dunia maya terkait orangutan yang masuk pemukiman warga, area pertambangan dan perkebunan bukan merupakan kasus yang baru di wilayah Kalimantan Timur. Kejadian ini sering terekam video masyarakat dan viral di media sosial. Seringnya perjumpaan orangutan yang berada di area aktivitas manusia berpotensi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar khususnya orangutan. Dalam setahun terakhir, setidaknya terdapat 33 kasus orangutan di kawasan pertambangan, pemukiman warga dan perkebunan yang telah terdata oleh tim Centre for Orangutan Protection (COP) di wilayah Kalimantan Timur sampai saat ini.

“Catatan dari COP tersebut cukup mengejutkan, adanya 33 kasus yang terdata terkait orangutan masuk pertambangan, pemukiman warga dan perkebunan berpotensi menimbulkan konflik antara manusia dan orangutan. Banyaknya kasus ini setidaknya menjadi pertanda bahwa kondisi orangutan dan hutan di wilayah Kalimantan Timur tidak baik-baik saja dan memerlukan perhatian khusus”, jelas Sari Fitriani, Manajer Program Perlindungan Habitat COP.

Dari dampak maraknya video viral orangutan di area aktivitas manusia membuat BKSDA Kalimantan Timur bekerja sangat keras dalam menanggulangi potensi konflik orangutan dan manusia. Pada tanggal 31 Januari 2021, BKSDA Kaltim bersama COP terpaksa melakukan evakuasi orangutan yang diberi nama Gisel di Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur karena memasuki pemukiman. Tim melakukan upaya preventif dengan melakukan evakuasi guna meminimalisir potensi kejadian yang buruk bagi manusia maupun orangutan tersebut.

Dengan banyaknya catatan potensi konflik satwa liar dengan manusia diperlukan sebuah solusi area perlindungan bagi orangutan secara terpadu dan komprehensif. BKSDA Kalimantan Timur, Centre for Orangutan Protection (COP) dan UPTD KPHK Kelinjau membentuk tim terpadu untuk melakukan survei bersama calon lokasi pelepasliaran orangutan guna menyediakan solusi untuk konflik-konflik orangutan yang terjadi di Kalimantan Timur. Lokasi yang telah dilakukan survei dan kajian berada di kawasan hutan di Kecamatan Busang, Kutai Timur. Hasil survei menunjukan bahwa daya dukung pakan, keamanan, tutupan hutan dan dukungan masyarakat cukup baik untuk dijadikan kawasan pelepasliaran orangutan sehingga dapat menjadi solusi yang tepat bagi orangutan, baik orangutan yang terdesak dari habitatnya dan memerlukan translokasi serta orangutan eks-rehabilitasi. Kawasan ini juga merupakan areal yang dalam proses pengajuan izin konsesi restorasi ekosistem oleh PT. Hutan Orangutan Perlindungan Ekosistem (PT. HOPE), perusahaan yang didirikan oleh COP khusus untuk menjalankan kegiatan restorasi ekosistem sekaligus menjadi areal perlindungan bagi orangutan di kawasan tersebut.

“Kawasan restorasi PT. HOPE akan menjadi harapan baru untuk program restorasi ekosistem serta upaya perlindungan keanekaragaman hayati termasuk orangutan. Kawasan ini juga diharapkan akan memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya yang akan berjalan beriringan dengan program-program konservasi orangutan berbasis masyarakat. Dukungan masyarakat setempat terkait program pelepasliaran orangutan juga cukup besar karena orangutan akan menjadi harapan mereka untuk mempertahankan hutan terakhir sekaligus sumber kehidupan mereka. Bahkan dukungan masyarakat tersebut juga telah diwujudkan dalam bentuk surat pernyataan dukungan. Proses permohonan hutan retorasi PT. HOPE saat ini masih berjalan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tentu saja kami berharap agar izin tersebut dapat segera diterbitkan. Sehingga, hutan restorasi PT. HOPE dapat dengan cepat memberikan rumah yang baik, aman dan terjaga bagi orangutan dan satwa liar lainnya”, jelas Sari Fitriani, Manajer Program Perlindungan Habitat COP.

Untuk wawancara dan informasi lebih lanjut hubungi:

Sari Fitriani
Manajer Program Perlindungan Habitat COP
HP: 082385578778
Email: sari@orangutan.id

PELEPASLIARAN ORANGUTAN DI HUTAN LINDUNG SUNGAI LESAN

Berau, Minggu (20 Juni 2021) – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur bersama Centre for Orangutan Protection-Bornean Orangutan Rescue Alliance (COP-BORA) dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Produksi (KPHP) Berau Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur pada hari Sabtu, 19 Juni 2021, melakukan pelepasliaran 1 (satu) individu orangutan yang telah menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi BORA Labanan yang dikelola oleh BKSDA Kaltim dengan COP. Orangutan tersebut dilepasliarkan di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang memiliki luasan 11.238 hektar. Kawasan ini telah menjadi pilihan sebagai lokasi pelepasliaran orangutan sejak 2017. Hingga saat ini telah terdapat 7 (tujuh) individu orangutan yang dilepasliarkan di HLSL dan masih terus dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap populasi orangutan yang berada di kawasan tersebut. Kegiatan pelepasliaran orangutan ini merupakan upaya untuk memberikan kesempatan kedua setelah rehabilitasi agar orangutan tersebut dapat hidup secara bebas di habitat alaminya.

Sebelumnya, orangutan betina yang diberi nama Gisel (diperkirakan berumur kurang lebih 4-5 tahun), dilaporkan berkeliaran di wilayah pemukiman warga di daerah Sangatta Selatan, Kutai Timur. Awalnya, orangutan Gisel diselamatkan dan ditranslokasi ke kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) Resort Sangkima sekitar bulan Januari 2021. Akan tetapi, tidak berselang lama, orangutan tersebut dilaporkan kembali mendatangi petugas TNK di Resort Sangkima. Tim WRU BKSDA Kalimantan Timur bnersama Balai TNK kembali melakukan upaya penyelamatan pada bulan Februari 2021 dan kemudian mengirimkannya untuk menjalani rehabilitasi ke BORA. Tahapan rehabilitasi tersebut dilakukan dengan harapan bahwa orangutan Gisel dapat kembali menjadi liar dan hidup bebas tanpa tergantung pada manusia.

Setelah dilakukan pengamatan intensif oleh tim perawat dan medis satwa, orangutan Gisel masih memiliki kepekaan sebagai satwa liar yang ditunjukkan dengan perilaku dan kemampuannya untuk membuat sarang dengan baik. Kemampuan dasar membuat sarang ini merupakan salah satu indikator yang harus dimiliki oleh orangutan rehabilitasi sebelum menjalani proses pelepasliaran. Dari hasil pengamatan perilaku tersebut dan pemeriksaan kesehatan secara lengkap, orangutan Gisel dinyatakan memenuhi standar untuk dilepasliarkan.

Plt. Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Nur Patria Kurniawan, sesaat setelah melepasliarkan orangutan Gisel menyampaikan pernyataan bahwa kegiatan pelepasliaran merupakan tahapan penting dari kegiatan penyelamatan populasi Orangutan Kalimantan sekaligus sebagai indikator utama keberhasilan rehabilitasi orangutan. Hal penting berikutnya setelah orangutan dilepasliarkan adalah monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap kemampuan kawasan tersebut untuk menampung orangutan maupun perkembangan populasinya dalam jangka panjang. BKSDA Kalimantan Timur bersama COP terus melakukan monitoring rutin terhadap populasi orangutan di kawasan tersebut dengan harapan bahwa kehidupan orangutan dikawasan ini dapat hidup bebas alami sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan,

Manajer Pusat Rehabilitasi BORA, Widi Nursanti mengatakan bahwa BORA terwujud atas kemitraan multipihak BKSDA Kalimantan Timur dengan Centre for Orangutan Protection (COP) dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD). Di BORA saat ini merehabilitasi 24 (dua puluh empat) individu orangutan dengan latar belakang berbeda-beda antara lain orangutan korban perdagangan satwa ilegal hingga kepemilikan ilegal. “Rehabilitasi orangutan sampai pada tahap pelepasliaran merupakan kerjasama kolektif yang panjang serta melalui proses yang kompleks. Namun upaya yang panjang ini tetap harus dilakukan untuk memberikan kesempatan kedua yang lebih baik bagi orangutan”, tambah Widi Nursanti.

Untuk wawancara dan informasi bisa menghubungi:

Dheny Mardiono,
Kepala Seksi Konservasi Wilawah 1 BKSDA Kalimantan Timur
HP: +62 812 3487 467

Widi Nursanti,
Manajer Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA)
HP: +62 813 3501 3032
Email: info@orangutanprotection.com

MELIHAT ORANGUTAN DI HUTAN

Hari itu menjadi hari pertama saya mengikuti program sekolah hutan. Sekolah hutan merupakan program untuk orangutan-orangutan yang berada di pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk melatih orangutan mengeksplorasi dan beradaptasi di hutan. Banyaknya kasus kejahatan terhadap orangutan yang umumnya orangutan berakhir dalam kurungan sebagai peliharaan membuat banyak orangutan kehilangan insting dan perilaku alaminya, sehingga adanya sekolah hutan penting bagi kemampuan bertahan hidup orangutan rehabilitasi ketika dilepasliarkan nanti.

Pada pagi itu, saya bersama Amir dan Linau membawa tiga individu orangutan untuk menjalani sekolah hutan. Ketiga orangutan tersebut yaitu Popi, Jojo dan Mary. Setelah mengeluarkan mereka bertiga dari kandang, kami membawa mereka masuk hutan lebih dalam, ke tempat biasanya sekolah hutan dilaksanakan. Selama lebih dari dua jam, ketiga orangutan tersebut dibiarkan untuk mengeksplorasi dan beradaptasi dengan kondisi alam liar. Di sana mereka berlatih dan bermain, memanjat pohon hingga mencari pakan-pakan alami yang tersedia di hutan.

Kepuasan batin yang mendalam saya rasakan ketika pertama kali melihat orangutan di habitatnya secara langsung dalam kemegahan hutan Kalimantan. Bukan dalam kurungan kandang kebun binatang ataupun eksploitasi satwa berkedok edukasi dan hiburan. Karena orangutan seharusnya hidup bebas di hutan. (RAF)