APE CRUSADER, TIM GARIS DEPAN HABITAT ORANGUTAN

Bulan lalu, saya masih seorang mahasiswa kehutanan. Berbeda dengan sekarang, menjadi bagian dari tim APE Crusader. Tak ada jeda setelah berjuang dengan skripsi, kini masih juga berjuang dengan kenyataan di lapangan. COP School Batch 10 adalah perkenalan pertama saya dengan Centre for Orangutan Protection, berkesempatan menjadi relawan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sekaligus PKL di pusat rehabilitasi orangutan yang berada di Berau, Kalimantan Timur. Saya, Hilman Fauzi.

Keluar-masuk hutan Kalimantan Timur, tersesat di jalan konsesi yang di dalam hutan bahkan berjumpa orangutan liar di habitatnya langsung menjadi pengalaman yang luar biasa di awal saya bekerja untuk orangutan. Perjumpaan dengan orangutan liar secara langsung di habitatnya yang vegetasinya masih bagus diselingi suara-suara satwa lainnya di antara pepohonan besar dan ternyata mereka adalah satwa endemik Kalimantan seperti Lutung Merah, Rangkong, Owa Kalimantan dan lainnya.

Terkadang, tidak selalu kabar baik yang datang. Laporan orangutan masuk kampung atau orangutan berada di pinggir jalan bahkan laporan orangutan menyeberangi jalan yang viral baru-baru ini membuat tim APE Crusader harus kembali ke lokasi walau waktunya libur.

Kemunculan orangutan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Bahkan pada tahun 2011, ketika Centre for Orangutan Protection sedang berdiri di pinggir jalan dan berusaha menjelaskan kemunculan orangutan di pinggir jalan di depan kamera yang sedang merekam, orangutan dengan santainya menyeberangi jalan tersebut. Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan ketika berjumpa dengan orangutan? (HIL)

HEWAN DOMESTIK DI KAMPUNG MERASA, APAKABAR?

Paramedis Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) sore ini telah mempersiapkan diri untuk ke Kampung Merasa, Berau yang merupakan kampung terdekat dengan pusat rehabilitasi yang dikelolah COP. Dokter hewan Yudi dan paramedis Tata menyampaikan sosialisasi penanganan dan pengobatan hewan domestik yang sempat terlaksana di kampung sekitar dua tahun lalu dan terhenti sejak pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia.

Tim medis menyampaikan bahwa pelayanan ini tanpa dipungut biaya alias gratis. Pelayanan meliputi pemeriksaan dan penanganan terhadap hewan domestik yang sakit. Selain hewan domestik seperti anjing dan kuncing, pelayanan akan dilakukan terhadap hewan ternak juga. Namun pelayanan tidak dapat dilakukan setiap hari karena keterbatasan jumlah tim medis. Rencananya akan dilaksanakan dua kali dalam satu bulan yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Jadwal ini juga menyesuaikan jadwal tim medis. Sementara untuk kasus gawat darurat, apabila memungkinkan bisa langsung menghubungi BORA dan akans egera ditangani. Kategori kasus gawat darurat seperti kecelakaan dan mengakibatkan hewan terluka parah dan hewan yang sedang melahirkan namun anak hewan tidak segera keluar.

Masing-masing RT di Kampung Merasa telah disebarkan formulir untuk pendataan awal jumlah dan jenis hewan yang ada di kampung. Selain itu, telah dibagikan juga logbook di ketua RT masing-masing. Logbook ini berguna sebagai buku pendaftaran, bagi warga kampung yang mempunyai hewan sakit bisa menulis di logbook ini. Tim medis pelaksana akan melayani berdasarkan data yang ada di logbook.

“Semoga hadirnya tim medis BORA di Kampung Merasa bisa membantu hewan peliharaan yang membutuhkan bantuan”, kata drh. Yudi Ardianto optimis. (TAT)

POSYANDU ORANGUTAN, BERANI KEMBALI MEMBUAT ULAH

Sabtu, 21 November 2021, Posyandu Orangutan kembali dilaksanakan khusus orangutan muda peserta sekolah hutan. Posyandu ini bertujuan untuk memantau perkembangan dan pertumbuhan orangutan muda di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Pengambilan data yang dimaksud adalah penimbangan berat badan, pengukuran panjang dan lingkar tiap anggota tubuh tertentu serta penghitungan jumlah gigi.

Pelaksanaan Posyandu hari itu langsung diawali dengan ulah nakal para orangutan jantan. Owi, Berani dan Happi dengan semangat berhamburan keluar kandang mengambil makanan di keranjang dan berusaha berjalan menuju lokasi sekolah hutan. Owi dan Happi bisa segera tertangani untuk dimasukkan kembali ke kandang. Namun orangutan Berani tidak bisa tertangkap karena terus naik pohon dan cenderung agresif ketika berusaha ditangkap dengan dipegang kakinya oleh perawat satwa.

Berani kembali membuat ulah setelah dua minggu yang lalu juga sempat tidak mau pulang hingga hari gelap ketika sekolah hutan. Ukuran tubuh yang sudah semakin besar serta perilaku yang sudah cenderung agresif mulai menyulitkan perawat satwa untuk membawa Berani keluar kandang. Karena sulit untuk dipanggil turun, Berani sementara dibiarkan beraktivitas di hutan sambil terus dipantau selama Posyandu Orangutan berlangsung. Pelaksanaan Posyandu Orangutan lainnya berjalan lancar, sambil diselingi dengan pemantauan orangutan Berani yang berpindah-pindah pohon.

Menjelang tengah hari, kurang lebih satu jam setelah Posyandu selesai, Berani baru bisa dibawa kembali ke kandang dengan cara dipancing menggunakan buah dan susu serta ditangkap paksa menggunakan jaring karena sulit ditangani untuk digiring pulang ke kandang. Sepertinya Berani sudah tidak sabar untuk segera hidup bebas di hutan. (RRA)

KOLA KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN (2)

Kola adalah orangutan dengan kepribadian tak seperti orangutan lainnya. Kola terlihat selalu penasaran dengan orangutan lainnya yang berada di samping kandangnya bahkan di seberang kandangnya. Dia memilih mengamati aktivitas orangutan-orangutan lainnya dari atas hammocknya. Kola juga jarang sekali membuat suara sebagai salah satu komunikasi antar orangutan.

Ternyata bukan kandang yang membuatnya memilih tidak berinteraksi dengan orangutan lainnya. Saat sekolah hutan diperbolehkan kembali dilaksanakan, setelah wabah Corona agak mereda, Kola pun memilih untuk sendirian. Kola memilih menjauh dari lokasi sekolah hutan dimana terdapat orangutan-orangutan lainnya yang juga bermain di sekolah hutan.

“Setiba di sekolah hutan, Kola berulang kali bergerak menjauh dari sekolah hutan. Dia tidak mau bergabung dengan orangutan lainnya. Memaksanya kembali seperti sia-sia. Akhirnya dia memanjat pohon yang tinggi. Kita sih was-was, mengingat dia pernah tidak berani turun karena memanjat pohon tinggi. Lumayan lama dia di atas, sembari mengamati orangutan lainnya. Kemudian dia turun dan berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Lega”, ujar Pambudi.

Kola pun menghampiri perawat satwa. Sepertinya dia sudah lelah berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lain hingga keluar lokasi sekolah hutan. “Saya pun menuntunnya ke lokasi sekolah hutan. Kali ini tanpa perlawanan. Namun Kola tak mau memanjat pohon ataupun bergabung bersama orangutan lainnya. Dia memilih berada di samping saya hingga waktu sekolah hutan berakhir. Syukurlah, saya tak perlu bermalam di sekolah hutan bersama Kola”, ucap Pambudi.

Para perawat satwa selalu merasa kawatir saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya menjadi orangutan yang pintar. Karena ketika orangutan tidak kembali ke kandang saat sekolah hutan usai, itu berarti perawat satwa harus menemani orangutan di lokasi yang sama, yaitu di sekolah hutan. Tapi juga menjadi sebuah kebanggaan, saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya pintar dan berhak pindah ke pulau pra-rilis, yaitu kelas lanjutan dimana campur tangan manusia menjadi sangat berkurang sekali dalam kehidupannya.

“Cukup, paling gak, saya bisa tidur tenang malam ini”. (PAM)

LANTAI DAN DINDING KANDANG KLINIK BORA BARU TELAH TERPASANG

Pagi yang cerah bisa saja tiba-tiba berubah menjadi hujan deras seperti air di ember yang dituang. Begitulah cuaca ekstrim di Berau, Kalimantan Timur. Cuaca ini pulalah yang menghambat pembangunan kandang karantina orangutan yang baru di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Lokasi ini berbeda dengan pusat rehabilitasi dimana sekolah hutan BORA berada.

Batang-batang besi yang telah dipotong dilas satu per satu. Bagian bawah dan belakang kandang berhasil diselesaikan. “Kalau hujan, ya tidak mungkin dilanjut mengelas. Sangat tidak memungkinkan”, kata Daniek Hendarto, direktur COP yang kebetulan berada di Berau dan langsung mengawasi pengerjaan hari itu.

Sementara di sisi lain dari lokasi BORA, pondasi klinik dan gudang buah sudah memasuki masa persiapan. Pondasi sudah ditandai dan digali. “Semoga saja semua berjalan dengan lancar dan tidak terlalu meleset dari waktu yang ditentukan. Karena sebenarnya pembangunan klinik dan karantina BORA ini sudah mundur setengah tahun. Kami berharap bisa mengejar waktu agar beberapa orangutan yang membutuhkan perawatan intensif dapat segera menjalani evaluasi dan penanganan medis yang tepat”, harapan Daniek lagi.

Orangutan yang dimaksud Daniek adalah orangutan Septi yang selalu mengalami perut kembung, bahkan setelah melalui beberapa terapi seperti tidak diberi makanan yang memungkinkan perutnya membesar bahkan penghentian pemberian susu untuk Septi, hanya efektif sesaat saja. Atau orangutan Pingpong yang selalu terlihat seperti memamah biak dengan gigi-giginya yang mengindikasi ke arah diabetes diharapakan dapat dievaluasi di klinik BORA nantinya. Terimakasih The Orangutan Project yang bersedia mewujudkan kebutuhan orangutan di BORA. Semoga kehadiran klinik dan kandang karantina BORA dapat membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyelamatkan orangutan Kalimantan.

KOLA KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN (1)

Ini adalah cerita dari perawat satwa yang baru saja masuk ke BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Setyo Pambudi namanya, yang sebelumnya sama sekali tidak pernah bahkan melihat orangutan secara langsung. Kali ini, Pambudi begitu panggilannya, akan bercerita tentang Kola, orangutan repatriasi Thailand yang selalu berdiri tegak dengan kedua kakinya.

Kola, orangutan betina berusia 11 tahun sejak Juni 2021 yang lalu tidak pernah keluar dari kandangnya. Pandemi COVID-19 memaksa sekolah hutan diliburkan, dengan tujuan untuk mengurangi kontak fisik antara orangutan dengan perawat satwa. “Kini, 7 November menjadi hari yang mendebarkan buat saya, apakah Kola akan memaksa kami bermalam di sekolah hutan lagi atau tidak. Katanya, dulu Kola sempat tidak bisa turun dan akhirnya bermalam di sekolah hutan. Keesokan harinya, tim medis terpaksa menembak bius-nya untuk kembali ke kandang”, ujar Pambudi.

Pintu kandang pun dibuka, Kola pun dituntun ke lokasi sekolah hutan. Setiba di sekolah hutan, Kola malah berjalan menjauh dari lokasi sekolah hutan. “Saya mencoba menarik Kola untuk kembali, namun Kola malah melawan dan mencoba menggigit tangan saya. Setelah seperempat jam akhirnya Kola mau diajak kembali ke sekolah hutan dan… Kola langsung memanjat pohon setinggi 20 meter melalui akar-akar. Waduh!”, cerita Pambudi lagi.

“Sekitar sepuluh menit, Kola hanya diam di atas pohon. Lalu dia turun dan berpindah ke pohon lain setinggi 4 meter untuk menghindari orangutan lain yang juga sedang berada di sekolah hutan, sampai akhirnya berada di luar lokasi sekolah hutan”, tambah Pambudi.

Sebenarnya tidak ada batasan jelas seperti pagar, antara lokasi sekolah hutan dengan yang bukan, karena semuanya memang berada di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan. Tetapi BORA menerapkan batasan, agar orangutan tidak terlalu jauh menjelajah untuk orangutan-orangutan yang masih dalam pengawasan ketat atau kalau disetarakan dengan anak SD (Sekolah Dasar) masih di kelas 1 hingga kelas 3. Tentu saja ini untuk keselamatan orangutan tersebut. (PAM)

ENRICHMENT PAKAN ORANGUTAN DALAM KARUNG GONI

Enrichment pakan dalam karung goni menjadi tantangan yang cukup baru bagi sebagian besar orangutan di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Enrichment ini dibuat dengan cara membungkus pakan dan dedaunan dalam karung goni yang ditutup dengan ikatan tali yang kuat. Setiap individu dan kelompok orangutan memiliki durasi waktu yang berbeda-beda dalam membuka enrichment ini.

Orangutan-orangutan dewasa seperti Ambon, Pingpong, Michelle, Ucokwati, Mungil, Kola dan Memo rata-rata dapat membuka ikatan karung dalam hitungan menit. Hanya Antak, orangutan dewasa yang tampak tidak tertarik membuka isi karungnya. Walaupun tampak mudah bagi orangutan dewasa, enrichment ini cukup menantang bagi orangutan-orangutan muda.

Kelompok anak-anak orangutan betina, kelompok orangutan jantan, Aman dengan Bagus, Rembo dan Devi membutuhkan waktu yang cukup lama. Rata-rata kelompok orangutan muda membutuhkan waktu lebih dari 1 jam untuk dapat membuka enrichment ini. “Puas bikin mereka sibuk. Sesibuk saat kami mempersiapkan enrichment ini. Paling gak, ini enrichment untuk orangutan, bukan hanya untuk perawat satwa yang lagi gabut. Hahahaha…”, kelakar Jackson, perawat satwa BORA yang hampir tiga tahun mengurus orangutan dengan sepenuh hati.

Enrichment pakan biasanya diberikan seminggu dua kali. Selain variasi pakan, cara pemberian pakan orangutan juga menjadi cara untuk membuat orangutan sibuk sembari melatih indera penciuman dan motoriknya. “Selanjutnya buat apa lagi ya?”, tanya Farellos Linau, kordinator perawat satwa. Jika kamu punya ide, langsung email kami ya di info@orangutanprotection.com Kalau donasi bisa melalui kitabisa.com (RRA)

DEVI MEMBUAT SARANG ORANGUTAN DI HAMMOCK NYA

Giginya baru 20 buah. Orangutan yang baru masuk 28 April yang lalu ini terlihat sangat liar. Tak seorang pun diijinkannya mendekatinya. Berat badannya hanya 8 kg, namun kekuatannya mempertahankan diri, luar biasa. Menggigit adalah caranya mempertahankan diri. Hampir semua tim APE Defender yang menjemputnya berkenalan dengan giginya.

Devi menghuni kandang yang dekat dengan klinik BORA sendirian. “Sebenarnya masa karantina Devi sudah berakhir. Namun kasus COVID-19 di sekitar pusat rehabilitasi sedang tinggi, sehingga Devi belum dicoba untuk sekolah hutan. Kami berharap dia memahami kalau kami tidak berniat menyakitinya. Kami ingin suatu saat dia kembali lagi ke habitatnya”, ujar Linau, kordinator perawat satwa BORA.

Hampir lima bulan mengamati aktivitas Devi di kandang. Devi tak pernah menyia-nyiakan daun-daunan dan ranting yang diberikan perawat satwa usai makan pagi dan sore. Sekalipun hammock yang terpasang di kandang ada, Devi tetap menyusun dedaunan untuk menambah kenyamanannya. Sesekali terlihat seperti membuat pelindung untuk kepalanya. “Semoga orangutan lainnya bisa belajar dari Devi untuk membuat sarang nantinya. Entah apa yang terjadi pada induknya. Mungkin membuat sarang adalah satu-satunya kenangan yang diingatnya bersama induknya yang bisa dia lakukan sekarang”, tambah Linau dengan sedih.

Orangutan bukan hewan peliharaan. Perdagangan orangutan itu melanggar hukum. Pelaku kejahatan ini diancam 5 tahun penjara dan dengan denda 100 juta rupiah. “Putusan atas kejahatan perdagangan orangutan tak pernah ada yang mencapai hukuman maksimal ini. Bagaimana hukum bisa ditegakkan, jika masih setengah hati. Kerugian ekologi yang harus ditanggung jauh lebih besar dari hukuman maksimal itu. Centre for Orangutan Protection berharap jaksa berani menuntut hukuman masimal ini. Dan hakim berpihak pada dunia konservasi”, kata Satria Wardhana, Anti Wildlife Crime COP.

PEDAGANG ORANGUTAN DI SAMARINDA DENGAN VONIS 2,6 TAHUN

Samarinda, Sidang kasus perdagangan satwa liar orangutan melalui akun media sosial facebook akhirnya mencapai puncaknya. Pada hari Kamis (2/9) Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menyatakan terdakwa Nur SAS alias Simex Bin Suwandi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat (20 huruf A, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu menangkap, menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Majelis Hakim menjatuhkan Bonie pidana penjara selama 2 (dua) tahin dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan kepada Simex. Secara terpisah, ada terdakwa Abdullah Bin (alm) Bedu sebagai oelaku yang menyuruh dan turut melakukan transaksi jual-beli pada Senin, 26 April 2021 sekitar pukul 21.00 WITA atau setidak-tidaknya pada suatu waktu masih pada bulan April 2021 bertempat di depan Rumah Makan Bebek Ayam Ranjau, Jl. Pelita Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sunagi Pinang, Kota Samarinda. Lelaki paruh baya ini dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sebsidair 2 (dua) bulan kurungan.

Sebelumnya pada Senin (26/4) Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Mabes Polri dibantu COP dan OIC menggerebek pedagang satwa di Samarinda. Tim menangkap pedagang bernama Max dan mengamankan 1 individu bayi orangutan betina yang ditaruh dalam ember kecil di bagasi mobil. Untuk orangutan tersebut kini telah mendapatkan perawatan penuh di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur.

Vonis ini tentunya patut disambut baik sebagai bentuk apresiasi atas kinerja jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan Balai KSDA Kalimantan Timur dalam mengungkap kasus-kasus perdagangan satwa liar. Dengan hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda 10 juta ini mudah-mudahn dapat memberikan efek jera kepada para pelakju kejahatan lingkungan hidup, termasuk perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Harapannya ke depan dalam kasus yang lain, putusan majelis hakim dapat lebih berpihak pada dunia konservasi.

Perdagangan ilegal satwa liar meru[akan jenis kejahatan terorganisir yang berskala besar. Keuntungan ilegalnya bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Bisnis tersebut turut mendorong praktik korupsi, mengancam keanekaragaman hayati dan dapat menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap negara. Untuk memindahkan, menyembunyikan dan mencuci keuntungan yang didapatkan, pelaku memanfaatkan berbagai kelemahan di sektor keuangan dan non-keuangan yang memungkinkan kejahatan terhadap satwa liar terus berlangsung sekaligus merusak integritas sistem keuangan. Terlepas dari fakta ini, investigasi terhadap jejak keuangan yang ditinggalkan oleh tindak kejahatan ini masih tergolong langka.

Satwa liar dilindungi adalah aset negara yang nilainya tidak terukur dan negara rugi besar dengan adanya praktek pengambilan dan perdagangan satwa secara ilegal. Hal ini berhubungan langsung dengan keseimbangan ekosistem alam yang memberikan manfaat banyak bagi masyarakat luas. (SAT)

MORATORIUM SAWIT BERAKHIR 4 HARI LAGI

Kebijakan moratorium sawit sesuai Instruksi Presiden atau Inpres No. 8/2018 akan berakhir tanggal 19 September 2021 atau 4 hari ke depan. Inpres tersebut mengatur tentang pemberhentian sementara (penundaan) izin baru konsesi perkebunan kelapa sawit. Moratorium dilakukan untuk mengevaluasi dan menata izin-izin perkebunan sawit, serta meningkatkan produktivitas lahan.

Moratorium adalah salah satu upaya untuk membenahi izin konsesi kelapa sawit yang tumpah tindih. Ada beberapa kasus dimana satu lahan yang sama ternyata masuk ke dalam konsesi perusahaan-perusahaan yang berbeda. Dengan adanya moratorium, pemerintah memiliki waktu untuk meluruskan izin-izin konsesi yang kusut. Moratorium juga bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada petani sawit dan peningkatan produktivitas lahan. Hal tersebut penting dilakukan agar hasil panen bisa meningkat tanpa harus membuka lahan yang baru.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa luas perkebunan sawit di Indonesia tahun 2020 mencapai 14,85 juta hektar. Artinya, perkebunan sawit lebih luas dibanding Pulau Jawa yang memiliki luas 12,82 juta hektar. Dengan konsesi yang sudah luar biasa besar, tentu pemberian izin-izin baru dikhawatirkan akan mengambil ruang hidup masyarakat adat dan flora fauna di hutan. Mau dimana lagi mereka akan hidup jika rumah mereka dijadikan perkebunan sawit?

Sampai hari ini pemerintah belum memperpanjang moratorium, padahal izin-izin perkebunan sawit masih belum dibenahi. Masih banyak konsesi yang tumpah tindih. Hasil analisis JATAM di tahun 2019. menemukan bahwa di Kalimantan Timur ada 4,5 juta hektar konsesi yang saling tumpah tindih antara izin pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Luas konsesi yang tumpah tindih ini setara dengan 68 kali luas DKI Jakarta. Itu baru kasus di Provinsi Kalimantan Timur, belum di provinsi yang lain.

Selain penataan izin dan peningkatan produktivitas, moratorium juga sangat berperan dalam kelestarian lingkungan. Moratorium menjaga hutan-hutan alam dari ancaman pembukaan lahan (land clearing). Jika hutan lestari, flora fauna di dalamnya juga akan lestari, termasuk orangutan. Batas akhir moratorium sawit sudah tinggal 4 hari lagi. Kami harap kebijakan moratorium diperpanjang untuk membuktikan komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan dan membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan. (IND)