MARY FLU

Sebulan terakhir ini, Mary terlihat bersin. Pilek benar-benar membuatnya sulit bersaing mendapatkan makanan di pagi hari dari perawat satwa. Tentu saja, karena Mary menjadi sedikit lebih lambat dalam menghabiskan makanan paginya sebelum berangkat ke sekolah hutan. Makanannya sering direbut Bonti bahkan Jojo. Kebiasaannya untuk menghabiskan makanan di atas juga penyebabnya. 

Usia Mary saat ini masih dua tahun. Tubuh kecilnya terlihat sangat lincah. Mengambil makanan yang diberikan perawat satwa dan langsung naik ke atas hammock untuk menghabiskan makanannya. Untunglah, perawat satwa mengingat siapa saja yang belum mendapatkan bagian buahnya. Mary pun dipanggil lagi untuk mengambil buah sirsak bagiannya. “Mary…”. Dan Mary pun turun untuk mengambil bagiannya.

Khusus untuknya, ada ‘bolus’. Bolus adalah bulatan obat yang telah dicampur dengan makan bayi dan madu. Pemberian bolus sesekali mengalami kesulitan karena Mary terlihat bosan. Di dalam bolus terdapat campuran obat flu dan vitamin. Kadang dia pun tersedak karena bolus cukup besar dan dia langsung menelannya. Semoga pileknya cepat sembuh ya, walaupun hujan terus menerus turun di saat sore hari di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur.

BERANI DAN ANNIE BERKELAHI DI SEKOLAH HUTAN

Bukan anak-anak kalau tidak pernah berkelahi dengan temannya. Begitu pula dengan siswa sekolah hutan Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur. Kedua orangutan ini adalah siswa yang tak seharusnya berada di sekolah hutan yang sama. Keduanya adalah jantan yang seumuran. Keduanya juga masih suka berada di lantai hutan. Kemalasan keduanya pun sama, tak akan bertahan lama di atas pohon. Lalu apa jadinya jika keduanya satu kelas?

Pagi ini, Berani dan Annie berangkat ke sekolah hutan. Sejak di keluarkan dari kandang, keduanya sudah saling ingin menyentuh. Bahkan untuk membawa keduanya ke sekolah hutan sudah mulai merepotkan. Tubuhnya yang tak ringan lagi membuat para perawat satwa kehabisan nafas. Lalu…

Keduanya mulai turun dari gendongan perawat satwa. tak ada keinginan untuk langsung memanjat pohon. Baik Annie maupun Berani saling mendekat dan mulai saling dorong, berguling di lantai hutan, mencoba manjat lalu ditarik lagi, begitu terus… 

Para perawat satwa pun mulai melerai. Tak jarang, gigitan akhirnya mendarat di tangan maupun kaki perawat satwa. Hingga akhirnya, keduanya dibiarkan terus bergumul hingga capek. Jeritan Annie lebih sering terdengar. Annie pun lebih sering tersudut. Berani memang lebih berani jika melawan Annie. Tapi ya itu… di lantai hutan. 

 

NIGEL KEMBALI KE PULAU ORANGUTAN

Nigel, orangutan jantan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur ini terpaksa kembali ke kandang karantina pada 19 Juni 2017. Nigel yang seharusnya menjadi kandidat orangutan yang akan dilepasliarkan pada tahun itu harus menjalani terapi karena mengidap penyakit herpes. Tim APE Defender, tim yang merawat orangutan di COP Borneo benar-benar kecewa. Mereka tidak menyangka, Nigel gagal kembali ke habitatnya.

Satu tahun menjalani terapi, Nigel pun dinyatakan bersih dan siap dilepasliarkan secara medis. Tapi sayang, tidak semudah itu untuk bisa melepasliarkan kembali Nigel. Nigel harus menjalani pembiasaan kembali, hidup tanpa jeruji besi. Tidak semudah itu pula untuk bisa kembali ke pulau orangutan, pulau sebagai wahana latihan untuk orangutan yang akan dilepasliarkan, kami menyebutnya pulau pra rilis orangutan, karena pulau telah diperuntukan untuk kandidat orangutan rilis lainnya. Nigel harus bersabar menunggu gilirannya untuk kembali melatih otot dan kemampuannya bertahan di alam.

Akhir November 2019, waktu yang dinanti akhirnya tiba. Pulau siap dihuni Nigel, orangutan yang akan dilepasliarkan tahun depan. Pemeriksaan fisik sebagai tanda perkembangan Nigel pun dilakukan. Nigel kini memiliki cheekpad yang tidak kecil lagi. Cheekpadnya sebagai penanda  sebagai orangutan jantan telah membesar. Berat tubuhnya kini 54 kg. 

Nama Nigel berasal dari nama seorang dokter hewan sekaligus pendiri organisasi OVAID yaitu drh. Nigel Hicks. OVAID adalah organisasi yang banyak membantu pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo di bidang medis. Semoga saja, orangutan Nigel berhasil menunjukkan perkembangan yang baik selama di pulau orangutan dan segera kembali ke habitatnya. Terimakasih The Orangutan Project yang telah membantu perawatan Nigel selama setahun terakhir ini. 

MICHELLE KEMBALI KE KANDANG KARANTINA

Ada perasaan lega dari seluruh tim yang bertugas mengawasi pulau pra-rilis orangutan COP Borneo di Berau, Kalimantan Timur. Perasaan ini juga bercampur dengan kesal karena harus mengangkat kandang yang tak ringan kembali ke kandang karantina. Michelle, orangutan yang memiliki kesempatan kembali ke habitatnya harus kembali ke kandang karantina. “Iya, dia harus turun kelas, bukan tinggal kelas lagi.”.

Seminggu ini, Michelle bahkan tak pernah beranjak dari terminal tempat pemberian pakan orangutan di pulau orangutan. Air sungai bisa saja sewaktu-waktu naik. Pengalaman buruk pada orangutan Debbie seperti menghantui tim. Tim tidak ingin, Michelle bernasib sama, hanyut saat banjir tiba-tiba menghampiri.

“Biasanya, kami dengan bahagia mengangkat kandang berisi orangutan yang mencapai 100 kg ini. Tapi kali ini kesal. Michelle punya kesempatan besar, tapi dia terlihat tidak berkembang. Masuk ke dalam pulau dan menjelajah pulau pun tidak dilakukannya. Pohon tinggi-tinggi pun tak pernah dipanjatnya.”, ujar Simson, perawat satwa.

 

SIMSON MENYUKAI ORANGUTAN HAPPI

Happi adalah orangutan jantan yang selalu menghabiskan waktunya di atas pohon. Setibanya di sekolah hutan COP Borneo yang berada di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur, Happi akan langsung memanjat pohon. Happi tak akan menyia-nyiakan kesempatan menjelajahi kelas sekolah hutan ini. 

Apa saja yang dilakukannya? Berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Lalu… berdiam di satu pohon saat siang dan terlihat lelah berpindah-pindah. Sesekali, Happi terlihat seperti membuat sarang dan mencoba dedaunan yang dapat dijangkaunya. 

Simson menyukai orangutan Happi karena tidak membuatnya repot. Simson bisa dengan santai menunggu di hammock sembari mengamatinya dari bawah dan tentu saja mencatat aktivitas Happi di buku catatan sekolah hutan. 

Ketika sekolah hutan usai, Simson tinggal memanggil Happi untuk turun. “Hippi… susu…!”, atau “Hippi… turun.”, sembari membawa pisang di tangannya. Apakah kalian menyukai Happi juga? 

 

EVALUASI TIGA BULAN MICHELLE DI PULAU ORANGUTAN

Hi Michelle… apakabar mu? Michelle adalah orangutan yang sangat manja. Michelle dinilai sangat tergantung dengan manusia saat dia berada di sekolah hutan. Kedekatannya dengan manusia tidak terlepas dari perilaku perawat satwa yang merawatnya saat di kebun binatang dulu. Perlakuan perawatnya yang menganggapnya seperti anaknya sendiri benar-benar membuat tim APE Defender yang merawat Michelle di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo kewalahan. Michelle terkenal sangat manja.

Juli 2019 yang lalu, Michelle menjadi penghuni pulau pra-rilis COP Borneo. Michelle menjadi satu-satunya orangutan betina kandidat pelepasliaran pusat rehabilitasi yang berada di Berau, Kalimantan Timur ini. Karena selama dua tahun terakhir ini, COP Borneo hanya melepasliarkan kembali orangutan jantan. Namun sayang, hasil evaluasi Michelle tidak begitu baik.

Patroli tengah malam yang dilakukan tim pos pantau COP Borneo beberapa kali memergoki Michelle tidur di gresik pulau, bukan di atas pohon selayaknya orangutan liar yang selalu membuat sarang di sore hari untuk tidurnya. Usaha tim APE Defender dengan membuatkan sarang di pohon dan mengusirnya dari gresik untuk masuk ke dalam pulau yang penuh dengan pohon juga tidak begitu berhasil. 

Hingga datanglah musim hujan. Evaluasi tiga bulanan untuk Michelle pun keluar. Selama tiga bulan Michelle tak juga membuat sarang. Kebiasaan tidur di gresik membahayakannya, karena sungai bisa sewaktu-waktu naik dan menyapu gresik. Michelle pun ditarik kembali ke kandang karantina. 

ALOUISE KEMBALI KEPANGKUAN IBUNYA (2)

Satu minggu bersama Septi, mengembalikan rasa percaya diri Alouise. Alouise sesekali terlihat melepaskan pelukannya dari Septi untuk mengambil makanan hutan. Mulai dari menggigiti kambium kayu bahkan merasakan dedaunan yang ada. Septi, orangutan betina yang sudah terlalu lama dipelihara manusia. Sifat liarnya, nyaris tak pernah muncul. Namun saat Alouise didekati orangutan kecil lainnya, Septi langsung muncul dan melindunginya. Sesekali, perawat satwa pun melakukan itu, mencoba menarik Alouise, Septi dengan cepat memeluk Alouise. 

Ketergantungan Septi dan Alouise, membuat lega para perawat satwa di COP Borneo. Lebih-lebih, saat Alouise menjadi contoh untuk orangutan-orangutan kecil lainnya yang berada di kelas sekolah hutan. Memanjat, berpindah pohon, bahkan mencoba membuat sarang sementara. Mungkin ingatan kehidupan dengan induknya masih sangat melekat dan menjadi kebiasaannya. Entah apa yang terjadi hingga Alouise harus berpisah dengan induknya. Dan kenangan buruk apa yang tertinggal padanya, hingga Alouise sangat takut pada manusia. Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, adalah daerah yang telah dibuka untuk perkebunan kelapa sawit besar-besaran. Bahkan, kematian induk orangutan pada 23 Juli 2011 yang melibatkan pegawai PT Sabantara Rawi Sentosa (Lewis dan Tadeus) telah dijatuhi pidana penjara 8 bulan dan denda Rp 25.000.000,00 subsider pidana kurungan 2 bulan (9 Mei 2012) oleh Pengadilan Negeri Sangatta. Saat itu induk orangutan tewas dan anaknya masih bisa diselamatkan, di tempat yang sama terdapat satu anak orangutan juga yang telah ditempatkan dalam kandang kayu.

Alouise menjadi harapan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. “Jika tubuhnya sudah semakin kuat, dia pasti akan menjadi kandidat terbaik untuk pelepasliaran orangutan.”, ujar Reza Kurniawan, pengamat antropologi primata Centre for Orangutan Protection. 

Tapi harapan itu pupus sudah. 13 Oktober 2019 yang lalu, Alouise ditemukan dalam keadaan telentang mati di kandang. Ada titik bekas sengatan di bagian penisnya. Pada sekitaran titik sengatan, terdapat reaksi lokal yang menyebabkan pembengkakan disekitar perut bagian bawah hingga anusnya. 

Selamat kembali ke pangkuan ibumu, Alouise. Memanjatlah yang tinggi tanpa menghiraukan kami lagi. Abaikan panggilan kami untuk kembali ke kandang saat sore menjelang. Peluklah ibumu dan bermainlah di pohon pilihanmu.

 

ALOUISE KEMBALI KEPANGKUAN IBUNYA (1)

Alouise, orangutan yang melalui perjalanan darat selama empat jam dari kampung Nehas Liah Bing, kecamatan Muara Wahau, kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur ke Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo ini merupakan bayi orangutan berjenis kelamin jantan. 9 Maret 2019 yang lalu, Alouise mulai menjalani masa karantina dan pemeriksaan medis. Tubuh mungilnya mengingatkan kami pada Popi, bayi orangutan betina yang ada di COP Borneo dengan pusar yang masih memerah, sepertinya tali pusarnya baru saja lepas (pupak_bahasa Jawa). Perasaan kawatir menghantui kami, merawat bayi orangutan bukanlah hal yang mudah, ditambah tubuh Alouise yang terlihat ringkih sekali.

Hari berganti, Minggu berlalu dan Bulan semakin menyakinkan kami, Alouise bukan bayi orangutan biasa. Usahanya menumpuk-numpuk ranting dan dedaunan yang kami berikan persis seperti orangutan mulai membangun sarangnya. Mungkin, ingatannya pada ibunya masih melekat kuat. Sikap liarnya muncul sesaat saja, saat masa karantinanya berlalu dan Alouise berkesempatan ke sekolah hutan. Alouise, memanjat pohonnya, tanpa menoleh ke bawah, dan berhenti di ketinggian 20 meter. Panggilan tak dihiraukannya, terus di atas bahkan hingga matahari mulai condong ke barat. Iming-iming susu tak cukup menurunkannya dari pohon.

Tak seorang pun yang tak pernah digigitnya. Gigitan adalah salah satu cara orangutan kecil mempertahankan diri. Tak satu orangutan pun bisa berdekatan dengan nya. Hingga pada satu kesempatan, Septi, orangutan betina remaja menjadi tempat Alouise berlindung. Alouise benar-benar merasa nyaman bersama Septi. Begitu pula sebaliknya, Septi terlihat sangat melindungi Alouise. 

BERMAIN ATAU BERKELAHI

Ketika jam bosan sudah tiba, semua siswa sekolah hutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo akan turun ke tanah untuk bermain. Seperti hari ini, awalnya hanya Berani dan Annie yang bermain di tanah lalu tidak lama kemudian Popi dan Mary menyusul. Mereka saling kejar dan saling menggigit satu sama lain. Sama seperti anak kecil ketika bermain dengan teman-temannya. Bayi orangutan pun tidak bisa dilarang ketika sedang bermain dengan bayi orangutan lain.

Namun, kalau hanya bermain-main saja seharusnya tidak ada bekas luka di wajah dan badan Jojo. Tidak hanya Jojo, hampir semua siswa sekolah hutan badannya terdapat bekas luka gigitan. Luka tersebut tidak membuat mereka jera sedikit pun.

Para perawat satwa melihat ini biasa saja, karena siswa sekolah hutan sering bermain-main seperti ini dan ketika dipisah mereka akan cari cara agar dapat bermain dengan yang lainnya lagi. Ya, layaknya seperti anak kecil yang bermain dengan  temannya, ketika dipukul temannya, dia akan menangis lalu tidak lama kemudian mereka akan bermain lagi. Begitu juga dengan anak-anak orangutan yang berada di COP Borneo. Tingkah mereka membuat kami bertanya-tanya, sebenernya mereka bermain atau berkelahi?

HARI PERTAMA SEKOLAH HUTAN USAI KEBAKARAN HUTAN

Tanpa menunggu disuruh untuk keluar, semua orangutan kecil yang mengikuti kelas sekolah hutan keluar dari kandang melewati para perawat satwa yang bersiap untuk menggendong mereka ke sekolah hutan. Tujuan mereka cuman satu, segera bermain!

Udara kering dan panas perlahan mulai berubah kembali menjadi segar dan basah seperti namanya hutan hujan Kalimantan. Bergerak bebas tanpa dibatasi besi kandang membuat ekspresi setiap orangutan berbeda. 

Kebebasan bermain di lantai hutan yang dilakukan Owi sempat membuat para perawat satwa tertawa. Namun tak lama kemudian, Owi mulai mendekati orangutan kecil lainnya yang sedang asik bermain dan menggigitnya. 

Mary langsung meraih pohon yang dipanjatnya, bermain di atas tanpa peduli yang lainnya. Bonti mengamatinya dan sesekali memperhatikan Happi. Happi seperti hilang diantara pepohonan. Semua orangutan kecil menjadi sibuk. Perawat satwa menjadi lebih sibuk dari biasanya, memperhatikan setiap orangutan yang menjadi tanggung jawabnya dan tak lupa mencatatnya. 

Hari pertama sekolah setelah ancaman kebakaran hutan benar-benar membuat semua bersyukur. Tingkah orangutan hari ini mengingatkan kami, saat hujan turun pertama kali di saat usaha memadamkan kebakaran lahan beberapa hari yang lalu. Semoga bahagianya kami bisa dirasakan kamu juga.