November 2019

COP SCHOOL BATCH 10: SEPULUH HARI DI KOTA YOGYA

Ini adalah perjalanan pertama saya naik kereta api. Perjalanan ini juga untuk pertama kalinya saya melakukannya sendirian. Kereta Malioboro Express pagi akan membawa saya ke Yogyakarta yang untuk pertama kalinya saya datangi. 

Beruntung sekali setibanya di stasiun kota gudeg sudah ada dua peserta COP School Batch 10 juga yang selama dua minggu terakhir ini saya kenal lewat whatsapp dan facebook. Dan kebetulan lagi, salah satu pendiri Centre for Orangutan Protection sedang dijemput tim APE Warrior, sehingga kami bertiga bisa ikut menumpang ke camp APE Warrior. Sembilan perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya malam itu, saya tertidur dengan cepat.

30 Oktober 2019, peserta COP School Batch 10 semakin banyak yang datang. Ini menjadi hari berkenalan dan hari mengumpulkan tugas yang telah diberikan oleh masing-masing penyelia. Saat perkenalan secara resmi berjalan, saya baru menyadari… ternyata saya adalah yang paling muda di antara teman-teman dengan pengalamanan mereka di berbagai sektor baik di kegiatan alam bebas, perlindungan satwa maupun pendidikan. Malam itu, tenda menjadi rumah kami.

Keesokan paginya, membereskan tenda berikut perlengkapan harus kami lakukan, hari ini kami akan meninggalkan camp APE Warrior. Usai sarapan bersama yang cukup unik, secara pribadi, saya belum pernah menjalani sarapan seperti ini. “Katanya sih, sarapan ala COP School.”. Truk pun menanti kami, barang-barang sudah disusun, dan kami pun naik truk yang lain. Serius???

Lagi-lagi… ini menjadi pengalaman pertama saya. Long march… 5 km??? Sampai lupa berapa kali saya harus berhenti menarik nafas. Capek… ya iyalah. Dan masih harus mendirikan tenda… tentang Centre for Orangutan Protection, saya dapatkan malam ini, bersama kantuk yang mulai menghampiri.

Tiba-tiba tenda seperti diguyur air. Ada apalagi dengan malam ini? Apakah ini seperti masa orientasi sekolah? Tak lama kemudian, air mulai menggenang… hujan deras ternyata. Di luar terdengar suara panitia, untuk segera memindahkan barang dan pindah tidur. 

Paginya… semakin seru… masak… sarapan… materi… pemateri yang luar biasa… permainan yang melepaskan pikiran saat menerima materi yang lumayan berat buat saya, dan pertemanan dengan lintas usia, budaya dan pendidikan. Hingga tibalah hari terakhir… hari dimana kami harus kembali ke aktivitas masing-masing. Sepuluh hari? Ah… itu seperti dua hari. (Ravenna_COPSchool10)

KOLA, ORANGUTAN THAILAND SEGERA PULANG KE TANAH AIR

Kola adalah bayi orangutan yang terpaksa dipisahkan dari induknya. Khai Kem, induknya yang telah melahirkannya saat proses hukum berjalan. Saat kasus hukum Khai Kem selesai, induknya diperbolehkan untuk kembali ke Indonesia pada 12 November 2015 yang lalu. Orangutan yang merupakan satwa endemik Indonesia ini tentunya melalui jalan yang panjang hingga bisa sampai di Thailand. Bahkan menjadi penghibur seperti orangutan boxing.

Kola merupakan orangutan Kalimantan, berjenis kelamin perempuan. Kebiasaannya yang berdiri tegak dan berjalan seperti manusia, tentu akan menjadi pekerja rumah tersendiri bagi pusat rehabilitasi orangutan yang akan dituju. Ya, rencananya, Kola akan masuk pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo di Berau, Kalimantan Timur. 

Centre for Orangutan Protection mendukung penuh usaha pemerintah Indonesia untuk pemulangan kedua orangutan dari Thailand ini dan mengapresiasi kerjasama pemerintah Thailand. Kola dan Giant (orangutan Sumatera) tak lama lagi akan kembali ke tanah air. Semoga keduanya bertahan dan berhasil melalui proses rehabilitasi selanjutnya.

 

GIANT, ORANGUTAN THAILAND AKAN KEMBALI KE SUMATERA

Usianya masih enam tahun. Hidup di negeri Thailand tanpa induk membuat mimpi buruk anak orangutan jantan ini semakin buruk. Statusnya yang menjadi barang bukti harus bersabar hingga kasus hukumnya selesai.

Giant namanya. Kepolisian Phetchaburi, Thailand menyitanya pada 28 November 2014 yang lalu. Giant adalah orangutan Sumatera. Walau terkenal nakal, Giant suka mendekati orang. Pada 11 Agustus, beruang mengigit tangan orangutan kecil ini. Kecelakaan ini menyebabkan Giant kehilangan kedua tangannya. 

Giant merupakan salah satu orangutan yang akan kembali ke Indonesia. Beruntung sekali pemerintah Indonesia dan Thailand berhasil mencapai kesepakatan ini. Semoga proses pemulangannya berjalan dengan lancar. Centre for Orangutan Protection dengan tim APE Defendernya akan membantu proses ini. Untuk kamu yang ingin membantu tim ini, jangan ragu untuk email kami di info@orangutanprotection.com

 

MICHELLE KEMBALI KE KANDANG KARANTINA

Ada perasaan lega dari seluruh tim yang bertugas mengawasi pulau pra-rilis orangutan COP Borneo di Berau, Kalimantan Timur. Perasaan ini juga bercampur dengan kesal karena harus mengangkat kandang yang tak ringan kembali ke kandang karantina. Michelle, orangutan yang memiliki kesempatan kembali ke habitatnya harus kembali ke kandang karantina. “Iya, dia harus turun kelas, bukan tinggal kelas lagi.”.

Seminggu ini, Michelle bahkan tak pernah beranjak dari terminal tempat pemberian pakan orangutan di pulau orangutan. Air sungai bisa saja sewaktu-waktu naik. Pengalaman buruk pada orangutan Debbie seperti menghantui tim. Tim tidak ingin, Michelle bernasib sama, hanyut saat banjir tiba-tiba menghampiri.

“Biasanya, kami dengan bahagia mengangkat kandang berisi orangutan yang mencapai 100 kg ini. Tapi kali ini kesal. Michelle punya kesempatan besar, tapi dia terlihat tidak berkembang. Masuk ke dalam pulau dan menjelajah pulau pun tidak dilakukannya. Pohon tinggi-tinggi pun tak pernah dipanjatnya.”, ujar Simson, perawat satwa.