September 2018

ANIMALS STEREOTYPE

Have you ever seen animals doing repetitive movement? Actually this behaviour isn’t necessary, moreover it may harm the animals. Animals that used to be caged for a long period of time usually experience this abnormal behaviour. This behaviour called stereotype behaviour.

How does the behaviour occurs? The behaviour occurs due to unfavourable past physical, environmental, social, and welfare stresses. A tiny living spaces and poor enrichment or living in very different conditions from their natural condition for instance. Social factors can be in the form of negative interaction between individuals in one cage. If the animals have a bad past history such as getting bad treatment from humans then the stereotype behaviour can be more likely to appear.

Repeatedly moving forward, backward, left, and right in the same place are the examples of this stereotype behaviour. In addition to the repetitive pattern behaviour. there are also another kind of stereotype behaviours. Such as hurting themselves, swinging head without clear intention, licking excessively, scratching own body parts, eating own feces or vomit and abnormal and excessive sex behaviour.

There are several ways to minimize stereotype behaviour on animals in the cage, according to drh. Rian Winardi. One of which is to provide enrichment in the cage, in the form of physical, nutritional, and work enrichment. The physical enrichment can be in the form of giving swing or wood for animals to climb. Nutritional enrichment can consists of giving fruits in a whole form. And work enrichment may contain of feeding the animals by inserting the food in a certain pipe or ball. (SAR)

STEROTIPE SATWA
Pernah lihat satwa yang sedang melakukan gerakan berulang-ulang dan tidak berubah? Perilaku ini sebenarnya sama sekali tidak bermanfaat dan bahkan merugikan satwa tersebut. Biasanya, satwa yang berada dalam kandang yang sangat rentang mengalami perilaku abnormal ini. Suatu perilaku yang menyimpang dari perilaku normal atau tidak alami. Perilaku ini disebut perilaku sterotipe.

Bagaimana perilaku sterotipe ini muncul? Perilaku ini muncul akibat faktor tekanan lingkungan fisik, sosial dan kesejahteraan masa lalu yang kurang baik. Kandang dengan ruang pergerakan yang sempit dan lingkungan yang miskin pengayaan atau jauh dari kondisi alami misalnya. Sementara faktor sosial dapat berupa interaksi sosial yang negatif antar individu dalam satu kandang. Kemudian jika hewan memiliki sejarah masa lalu yang kurang baik misalnya mendapatkan perlakuan buruk dari manusia maka perilaku sterotipe ini pun bisa muncul.

Pergerakan ke depan, belakang, kiri, kanan secara berulang dan di tempat yang sama contoh dari perilaku sterotipe ini. Kemudian pergerakan yang berputar di satu titik yang sama dan berulang. Selain pola pergelakan yang dilakukan berulang, terdapat juga perilaku sterotipe lainnya. Seperti melukai diri sendiri, mengayun-ayunkan kepala tanpa tujuan yang jelas, menjilati diri sendiri secara berlebihan, mencakar bagian tubuh sendiri, memakan kotoran atau muntahannya sendiri serta perilaku sex yang tidak normal dan berlebihan.

Ada beberapa cara untuk meminimalisir perilaku sterotipe pada satwa yang di dalam kandang menurut drh. Rian Winardi. Caranya adalah dengan memberikan pengayaan di kandang. Pengayaan tersebut berupa pengayaan fisik, pengayaan nutrisi dan pengayaan kerja. Pengayaan fisik berupa pemberian ayunan atau kayu untuk satwa memanjat. Pengayaan nutrisi berupa pemberian buah atau sayuran tanpa dipotong atau dalam bentuk utuh. Dan pengayaan kerja seperti pemberian makanan dengan cara dimasukkan dalam pipa atau bola khusus. (RYN)

SCHOOL VISIT TO SMA NEGERI 1 BERAU

To commemorate International Primate Day, APE Guardian team of Centre for Orangutan Protection did a series of school visit. The first visit to SMA Negeri 1 Berau was the first school visit in Berau by COP team. Last Friday, August 31, about 100 of 10th grade students had gathered.

Through slideshows and short films, the team began introducing orangutans as one of the great apes that only exist in Indonesia, especially in Sumatera and Kalimantan island. “We are grateful to have the opportunity to share the knowledges at SMAN 1 Berau, among them who had never seen orangutan before and can not distinguish orangutans from other primates. We hope that its existence in Indonesia can make Indonesian proud.” said Ipeh, orangufriends who is volunteering in Kalimantan for the next three months.

The questions from students were no less suprising. It was simple and easy but quite difficult to answer. From “Why does the media concentrate less on orangutan deaths?”, “why was the punishment for orangutan killers so light?, to ” Does COP also educationg the companies that destroy orangutan habitat?”.

We were very happy and proud to see the students enthusiasm. ” We are very hopeful when we got questions from the SMAN 1 Berau students who are smart and critical. Indonesia orangutans and forests are increasingly threatened with endless conversion of forests. We hope the students can disseminate this chain of information, so that Indonesian young are more concerned about orangutans.” said Ipeh happily. (SAR)

SCHOOL VISIT KE SMA NEGERI 1 BERAU
Untuk memperingati Hari Primata Sedunia atau International Primate Day, tim APE Guardian Centre for Orangutan Protection melakukan serangkaian kunjungan ke sekolah yang sering disebut ‘School Visit’. Kunjungan pertama ke SMA Negeri 1 Berau adalah school visit pertama tim COP di kota Berau. Jumat, 31 Agustus yang lalu, sekitar 100 siswa dari kelas X sudah berkumpul.

Melalui slide dan film pendek, tim mulai memperkenalkan orangutan sebagai salah satu kera besar yang hanya ada di Indonesia khususnya pulau Sumatera dan Kalimantan. “Kami bersyukur berkesempatan berbagi di SMAN 1 Berau, di antara mereka ada yang belum pernah melihat orangutan serta belum bisa membedakan orangutan dengan primata lainnya. Kami berharap, keberadaan di Indonesia bisa menjadi spesies yang membanggakan Indonesia.”, ujar Ipeh, orangufriends yang menjadi relawan di Kalimantan untuk tiga bulan ke depan.

Pertanyaan para siswa tak kalah mengejutkan. Simpel atau mudah tapi cukup sulit untuk dijawab. Kenapa media sedikit sekali menyoroti kematian orangutan, kenapa hukuman untuk pelaku pembunuhan orangutan kecil sekali sampai pertanyaan apakah COP juga melakukan edukasi ke perusahaan-perusahaan pelaku perusakan habitat orangutan.

Kami sangat senang dan bangga melihat antusiasnya para siswa. “Besar sekali harapan kami saat mendapatkan pertanyaan dari para siswa SMAN 1 Berau yang cerdas dan kritis. Orangutan dan Hutan Indonesia semakin terancam dengan alih fungsi hutan yang tak berkesudahan. Kami berharap para siswa dapat menyebarkan informasi berantai ini, agar anak muda Indonesia semakin peduli dengan orangutan.”, kata Ipeh dengan senang. (RYN)

FATHERS DAY 2018 IN AUSTRALIA

Ayah akan selalu menjadi pria pertama yang dicintai putrinya. Ide untuk menghormati ayah dan merayakan peran sebagai ayah lah sehingga muncul Hari Ayah, bahwa tak semua anak perempuan saja, tapi semua anak juga mengakui keberadaan ayah.

Di hari khusus ini 2 September 2018, adakah warga Australia yang akan menjadi ayah angkat bagi orangutan yang berada di pusat rehabilitasi COP Borneo? Atau akankah kamu mendaftarkan ayahmu untuk menjadi ayah angkat orangutan COP Borneo? Langsung klik tautan ini ya orangutanprotection.com/adopt

FOUR YEARS WAITING FOR COP SCHOOL BATCH 8

COP School is a place to learn about conservation held by Centre for Orangutan Protection in Yogyakarta. 2014 was the first time I knew about this orangutan conservation school and that was the time I know that COP exists, in the middle of 2nd semester in college life, the most hectic period of college and organization activities. My college activities were so time consuming and had discouraged me to join COP School Batch 4. It went on until COP Batch 8, and finally i could took part in its series of activity. One said, “it’s better late than never”. Yup, that’s how I knew COP and joined COP School batch 8.

During 7 days in Jogja, i met new friends from various regions. Also, the program was so fun. I like learning new things, including meeting new people. Learning about basic conservation studies can be done by anyone who are willing to learn, not only by those who’ve been involved in the conservation world. Even though I had participated in nature lovers club activities, it doesn’t mean that I understand about conservation that well. That’s why, I decided to join COP school 8.

For those who interested in conservation world, especially orangutan conservation, COP School is the best place that I have ever experienced. It seems like it’s just yesterday I took part in COP school activities, turns out it’s been almost one semester I’m involved in COP activities. (SAR)

SETENGAH WINDU MENANTI COP SCHOOL BATCH 8
COP School merupakan sekolah mengenai konservasi yang diadakan oleh Centre for Orangutan Protection di Yogyakarta. Pada tahun 2014 adalah pertama kalinya aku mengetahui sekolah konservasi Orangutan ini dan saat itulah kali pertama aku mengetahui adanya COP. Di tengah-tengah masa perkuliahan di semester 2, masa padat-padatnya kegiatan perkuliahan maupun organisasi. Kesibukan di perkuliahan begitu menyita waktuku, dan memaksaku mengurungkan niatku untuk ikut COP School Batch 4. Begitulah seterusnya aku menunda-nunda ikut hingga COP School Batch 8 dan fokus mengikuti serangkaian kegiatannya. Kalau kata pepatah, better late than never, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Yap, seperti itulah awal perjalananku mengenal COP dan mengikuti COP School Batch 8.

Kurang lebih tujuh hari di Yogya, selama itu pula aku bertemu dengan banyak teman baru dari berbagai daerah. Selain teman yang beragam, pengisi acaranya pun begitu menyenangkan. Aku merupakan salah satu orang yang senang mempelajari hal baru, termasuk bertemu dengan banyak orang baru. Mempelajari tentang materi dasar konservasi dapat dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya mereka yang telah berkecimpung di dunia konservasi, namun mereka yang tidak berkecimpung di dunia konservasi namun ingin belajar dunia konservasi pun dapat bergabung. Meskipun aku pernah mengikuti kegitan kepecintaalaman, bukan berarti aku sudah paham betul mengenai dunia konservasi. Dari situlah aku bertekad untuk mengikuti COP School.

Untuk kalian yang di luar sana, yang tertarik dengan dunia konservasi khususnya Orangutan. COP Schol adalah wadah terbaik yang pernah aku coba. Rasanya baru kemarin aku ikut seleksi dan kegiatan COP School, nyatanya sudah hampir satu semester berlalu dengan berkegiatan di COP. (Yuanita_COPSchool8)