PERAHU WAY BACK HOME II, SIAP PAKAI

Perahu Way Back Home Pertama terlihat terlalu capek bekerja sendirian. Dalam satu hari saja, perahu yang didanai dari keuntungan acara musik amal Sound For Orangutan yang digagas oleh orangufriends (kelompok pendukung COP) bisa berputar 4 sampai 5 kali pulau pra rilis orangutan COP Borneo. Itu di luar kejadian luar biasa yang mengharuskan pulau turun ke sungai kembali.

Satu perahu untuk rilis orangutan yang akan dilakukan bulan depan juga tidak cukup. Itu sebabnya, kami membuat perahu lagi dan kami beri nama Way Back Home Kedua. Perahu ini akan membawa orangutan menuju rumahnya. Perahu ini juga yang akan mewujudkan mimpi untuk kembali pulang. Perahu ini juga bukti kepedulian banyak orang pada orangutan.

Saat ini, perahu berada di dermaga, siap untuk mengantarkan orangutan-orangutan pulang ke rumahnya. Dengan daya tampung perahu sebanyak 7 orang termasuk motoris (orang yang mengendalikan perahu) atau juga sebanding dengan 3 kandang angkut orangutan. Perahu ini memang lebih besar dari perahu terdahulu. Perahu ini dengan impian yang lebih besar.

Terimakasih The Orangutan Project yang telah membantu mewujudkan impian para orangutan. Para orangufriends yang tersebar di penjuru dunia, kalian adalah malaikat orangutan di COP Borneo. (WET)

PATROLI TERPADU KARHUTLABUN

Musim kemarau sudah semakin dekat. Musim yang berpotensi memperburuk kebakaran hutan, lahan dan kebun (karhutlabun). Patroli terpadu pun melibatkan Manggala Agni regu 3/4 – Daops III Pangkalan Bun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Kotawaringin Timur, TNI, Polri dan Centre for Orangutan Protection termasuk juga masyarakat sekitar.

Pembentukan pos-pos jaga di beberapa desa yang dianggap rawan karhutlabun, salah satunya di Jln. H.M Arsyad Km 7 Gg. Mawar Barat, Desa Eka Baharui, Kecamatan Mentaya Baru, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Pencatatan data kondisi cuaca seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin dan curah hujan menjadi bagian dasar dalam patroli terpadu ini. Daerah lahan gambut dengan vegetasi semak belukar mendapat perhatian lebih dalam setiap patroli. Sumber air terdekat dengan daerah titik rawan langsung ditandai untuk mempermudah proses pemadaman jika muncul hotspot. Pengukuran kedalaman gambut dan uji remas daun serasah juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kebasahan lahan.

Sosialisasi dalam bentuk penyuluhan juga menjadi bagian dari patroli. Himbauan untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar berulang kali disampaikan untuk mencegah kebakaran hutan.

Kerugian material yang sangat besar jika terjadi karhutlabun diharapkan bisa semakin berkurang. Dampak yang langsung terasa bagi masyarakat sekitar saat terjadi karhutlabun adalah sesak napas akibat kabut asap bahkan mata perih. Selain berdampak pada kesehatan, kegiatan ekonomi pun sangat terganggu. Penerbangan dari dan ke provinsi maupun lintas daerah menjadi terhalang. Tidak hanya secara lokal maupun nasional, namun juga mengganggu negara tetangga.

Keseriusan pemerintah menangani karhutlabun tertuang pada Instruksi Presiden RI Nomor 11 tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutlabun. “Optimalisasi pencegahan Karhutlabun adalah jalan terbaik daripada kita sibuk memerangi api.”, ujar Faruq Zafran, kapten APE Crusader, koordinator tim COP untuk perlindungan satwa dan habitatnya. (Petz)

PLAYING WITH LEAVES

Continue the story of Making Nest in the Cage. Not all orangutans in the COP Borneo orangutan rehabilitation center understand hoe to make nest. For example, orangutan baby in cages or socialization cage. From all baby orangutan, only Happi could make nest.
 
In average baby orangutan are separated from the mother when not even 10 month old. Surely, it is a very young age. In Age where, baby orangutans are very dependent with their mother. Even almost all of their time is spent in the parent embrace.
 
So what do these babies do when given leaves? “They just make the leaves as toys, nibble it or scattered them. Moreover Owi, although he is the biggest among Bonti and Happi, is the only one who has never made a nest,” said Danel, coordinator of animal keeper COP Borneo.
 
However, leaves enrichment is still the best enrichment for orangutans in COP Borneo enclosure 2. In the wild, the leaves are a companion for orangutans, the leaves are their primary requirement. And the leaves are not something that is hard to find in COP Borneo. “We just choose and arrange which tree leaves to be taken today,” explained Danel again.
 
Everyday, while being away from the forest school, leaves enrichment is a must-have for enclosure 2. “Initially, this might be a futile job. Put the leaves in the cage and then just scattered them,” said Danel. Whereas taking leaves and bringing it to the enclosure needs a struggle of its own. Not to mention the piling litter and cleaning the cage gets harder . “But we believe, with the passage of time, their instincts on the leaves will appear. Baby orangutans will learn from each other. Like Bonti who started imitate and learn from Happi how to make nest. “Danel become more excited, that nothing was in vain, no matter what effort he did. (Dhea_Orangufriends)

BERMAIN DAUN
Melanjutkan cerita sarang di dalam kandang. Tidak semua orangutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo mengerti cara membuat sarang. Contohnya saja, bayi orangutan yang berada di kandang 2 atau kandang sosialisasi. Dari semua bayi orangutan, hanya Happi yang bisa membuat sarang.

Rata-rata bayi-bayi orangutan ini terpisah dari induknya saat belum genap berusia 10 bulan. Pastinya, itu adalah usia yang sangat muda. Usia dimana, bayi orangutan sangat tergantung sekali dengan induknya. bahkan hampir seluruh waktunya dihabiskan dalam gendongan induknya.

Lalu apa yang dilakukan bayi-bayi ini saat diberikan daun? “Mereka hanya menjadikan daun-daun itu sebagai mainan, sekedar digigit-gigit atau dihambur-hamburkan. Apalagi Owi, walaupun dia paling besar di antara Bonti dan Happi, Owi adalah satu-atunya orangutan yang belum pernah membuat sarang.”, ujar Danel, koordinator animal keeper COP Borneo.

Tetapi, tetap saja enrichment daun adalah pengayaan terbaik untuk orangutan di kandang 2 COP Borneo. Di alam liar, daun adalah sahabat bagi orangutan, daun adalah kebutuhan utama mereka. Dan daun bukanlah sesuatu yang sulit ditemukan di COP Borneo. “Kami tinggal memilih dan mengatur pengambilan pohon mana yang akan diambil daunnya hari ini.”, jelas Danel lagi.

Setiap hari, ketika sedang tidak sekolah hutan, enrichment daun adalah hal yang wajib diberikan untuk kandang 2 terutama. “Awalnya, mungkin ini seperti pekerjaan yang sia-sia. Menaruh daun di kandang lalu hanya dihamburkan begitu saja.”, kata Danel. Padahal mengambil daun dan membawanya ke kandang butuh perjuangan tersendiri. Belum lagi sampah menjadi lebih banyak dan membersihkan kandang jadi bertambah berat. “Tapi kami yakin, dengan berjalannya waktu, insting mereka pada daun akan muncul. Bayi orangutan satu dengan yang lainnya akan saling belajar. Seperti Bonti yang mulai belajar pada Happi cara membuat sarang.”, Danel pun menjadi lebih bersemangat, bahwa tak ada yang sia-sia, apapun usaha yang dilakukannya. (WET)

PENYERAHAN BERUANG MADU DARI ANTANG KALANG

Seseorang akan langsung jatuh hati pada satwa. Biasanya karena lucunya. Lucunya pada saat masih bayi. Dan pada saat bayi itulah, satwa diculik dari induknya. Bagaimana dengan induknya? Kecarian anaknya… atau mati saat mempertahankan anaknya. Inilah nasib beruang madu. Kalung yang melingkar di lehernya adalah tanda unik dari beruang madu dengan tubuhnya yang tak terlalu besar.

Selasa, 12 September 2017, bayi beruang madu berusia 1 tahun diserahkan warga Parenggean, kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Timur. Beruang madu yang berasal dari desa Sungai Keruh, kecamatan Antang Kalang ini ditemukan pak Cuandi saat mencari batu akik. Bayi beruang madu dipelihara seseorang. Setelah Pak Cuandi datang untuk yang ke-5 kali nya, beruang madu akhirnya diserahkan ke kantor BKSDA Pos Sampit. “Terimakasih pak Cuandi atas bantuannya menyerahkan beruang madu yang termasuk satwa dilindungi UU No. 5 Tahun 1990.”, ujar pak Muriansyah, komandan BKSDA Pos Sampit.

“Selanjutnya dari arahan BKSDA Pos Sampit, Bayi beruang madu akan kami antar ke BKSDA SKW II Pangkalan Bun.”, ujar Faruq Zafran, kapten APE Crusader COP. “Selain beruang madu, kami akan mengantarkan 1 ekor anakan burung elang yang berasal dari perdagangan ilegal hasil operasi tangkap tangan 11 Agustus 2017 yang lalu.”, tambah Faruq. Selanjutnya, kedua satwa diharapkan dapat melalui rehabilitasi untuk dilepasliarkan kembali ke alam. (PETz)

SHE IS LECI, THE LITTLE ONE WHOSE NOT SMALL AGAIN

Where is the orangutan? Who is she? There, on the tree! Seeing semi-wild orangutan from observed cams will be its own specialty. There are food fight, some choose to be alone, some prefer to observe or some can not be silent. This time. Leci was caught on a tree, looking at us watching her from across the island.
 
Leci is a small orangutan who enters the COP Borneo orangutan rehabilitation center when she’s 2 year old. Her tiny body was fragile to hold. Someone found her alone in the middle of a garden of Kebon Agung Village, Sangattam, East Kalimantan. Yes.. she is a very wild little one. Leci seems to have split up with her mother. She also looks still very scared. Maybe her mother died when she had to protect her. Baby orangutan will continue with the mother until the age of 6-8 years. During that time, her mother will nurture her. Not only breastfeeding but also teaching independent orangutans, choosing edible food, making temporary nest and permanent nests, climbing, swinging and even protecting themselves from predators.
 
“We are worried, Leci will become tame if it continues in the enclosure,” said Paulinus Kristanto. After going through the quarantine period by observing her health, Leci seems to be getting used to the presence of the animal keeper. “Jus in Two months, Leci was not afraid of humans anymore. It’s been her bad report”.
 
The plan to put Leci into a forest school did not go smoothly. How could we keep a wild orangutan? “We want to cry when Leci does not want to go down. She quickly disappeared. Pursuing small orangutans that are nimble and wild is not easy. Leci did not even want to go down at all. Swinging from one canopy to another and invisible in the thickness of the canopy. Enough… one time only she went to forest school. We cannot afford it, “ said the animal keeper.
 
After one year, this is Leci. Little Leci is not small anymore. But Leci remained wild. We will see how she was later. The time to be released again. Maybe she was inspect the escape route from this pre-release island. “Leci.. continue practicing ok!”, shout Reza Kurniawan, COP Borneo Manager eager.(Dhea_Orangufriends)

DIA ADALAH LECI, SI MUNGIL YANG TAK KECIL LAGI
Ada dimanakah orangutannya? Siapakah dia? Itu, di atas pohon! Melihat orangutan semi liar dari camp pantau akan jadi keasikan tersendiri. Ada yang rebutan makanan, ada yang memilih untuk menyendiri, ada yang lebih suka mengamati atau ada yang tak bisa diam. Kali ini, Leci tertangkap kamera sedang berada di atas pohon, memandang kami yang sedang mengamatinya dari seberang pulau.

Leci adalah orangutan mungil yang masuk ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo saat dia berusia 2 tahun. Tubuh mungilnya saat itu sulit sekali untuk dipegang. Seseorang menemukannya sendirian di tengah kebun desa Kebon Agung, Sangatta, Kalimantan Timur. Ya… dia adalah si mungil yang sangat liar. Leci sepertinya baru berpisah dengan induknya. Dia juga terlihat masih sangat ketakutan. Mungkin induknya mati saat harus melindunginya. Anak orangutan akan terus bersama induknya hingga berusia 6-8 tahun. Selama itu, induknya akan mengasuhnya. Tidak hanya menyusui, tapi juga mengajari orangutan mandiri, memilih makanan yang bisa dimakan, membuat sarang sementara dan sarang permanen, memanjat, berayun bahkan melindungi dirinya dari pemangsa.

“Kami kawatir, Leci akan menjadi jinak jika terus di kandang.”, ujar Paulinus Kristanto. Selepas melalui masa karantina dengan mengobservasi kesehatannya, Leci terlihat mulai terbiasa dengan kehadiran animal keeper. “Dua bulan saja, Leci tak takut lagi dengan manusia. Ini jadi rapot buruknya.”.

Rencana memasukkan Leci ke sekolah hutan tak berjalan mulus. Bagaimana mungkin, kami menjaga orangutan liar? “Mau nangis kami, saat Leci tak mau turun. Dia dengan cepat menghilang. Mengejar orangutan kecil yang lincah nan liar bukanlah hal yang mudah. Laci bahkan tak mau sama sekali turun. Berayun dari satu kanopi ke kanopi yang lainnya. Dan tak terlihat dirimbunnya kanopi. Cukup… 1 kali saja dia masuk sekolah hutan. Kami tak sanggup.”, begitu kata animal keeper.

Setelah satu tahun, inilah Leci. Leci yang mungil tak kecil lagi. Tapi Leci tetap liar. Tinggal nanti bagaimana saat dia, waktunya untuk dilepasliarkan kembali. Mungkin dia sedang mengamati jalan melarikan diri dari pulau pra rilis ini. “Leci… latihan terus ya!”, teriak Reza Kurniawan, manajer COP Borneo bersemangat.

SHIKHANDI [SRIKANDI] TWIN IN COP BORNEO

Shikhandi [Srikandi] Twin or Bridegroom Twin is the nickname given to Owi and Bonti. Why is that? For they are inseparable, like a pair of real soul mates. Owi is a Male Orangutan while Bonti is a Female Orangutan. I can not deny the chemistry between them is very strong indeed. How possible, almost in every activity, both of them always hugging or never distance away from each other.
 
Where there is Owi, there is Bonti. Although their two personalities are far different, the brave Owi and the leader. While Bonti is greedy and nosy. If we tease Bonti, Owi always defends and position himself as a protector of Bonti. On the contrary if they were separated, Bonti always cried sadly. Seeing their activities and their behavior at Forest School always made me smile, two lively, affectionate and indivisible orangutans.  
 
Even at noon, Owi felt unwell and had to return to the cage, without being given a signal, Bonti immediately follow and carried by Amir, animal keeper to return to the enclosure. The emotional closeness between one orangutan and another is just like any other living thing and we are human. In Forest School, young orangutans who still need to study are given space to hone their natural talents, such as climbing, hanging, making nest and more. This will be useful to them when they are released back into the forest when they are ready. Let’s go to Forest School again!! (Dhea_Orangufriends)

KEMBAR SRIKANDI DI COP BORNEO
Kembar Srikandi atau kembar pengantin adalah julukan untuk Owi dan Bonti. Mengapa demikian? Sebab mereka tak terpisahkan, bagaikan sepasang belahan jiwa sejati. Owi adalah anak orangutan jantan sedangkan Bonti adalah anak orangutan betina. Saya tidak bisa menafikan chemistry di antara mereka memang sangat kuat. Bagaimana tidak, hampir di setiap kegiatan, mereka berdua selalu berpelukan atau tidak pernah berjarak jauh satu dengan lainnya.

Dimana ada Owi, di situ ada Bonti. Walaupun dua kepribadian mereka jauh berbeda, Owi yang pemberani dan pemimpin. Sedangkan Bonti yang rakus dan usil. Jika kita menggoda Bonti, Owi selalu bersikap membela dan memposisikan diri sebagai pelindung Bonti. Sebaliknya jika mereka dipisahkan, Bonti selalu menangis sedih. Melihat aktivitas dan polah mereka berdua di sekolah selalu membuat saya tersenyum, dua anak orangutan yang lincah, saling menyayangi dan tak terpisahkan.

Bahkan saat tengah hari, Owi merasa tidak enak badan dan harus kembali ke kandang, tanpa diberi aba-aba, Bonti langsung mengikut digendong oleh Amir, animal keeper untuk kembali ke kandang. Kedekatan emosional antara satu orangutan dan lainnya sama seperti makhluk hidup lainnya dan kita manusia. Di sekolah hutan, anak orangutan muda yang masih perlu belajar di beri ruang untuk mengasah bakat alamiahnya, seperti memanjat, bergelantungan, membuat sarang dan lainnya. Ini akan berguna bagi mereka saat dilepasliarkan kembali ke hutan saat mereka sudah siap. Ayo sekolah hutan lagi! (A.Gasani_Orangufriends)

CUTE LITTLE POPI

Today is the sunny clear day and a great time for forest school. All the forest school students are looking eager to leave, not to mention… Popi. After the cage is cleaned and breakfast, time to play and study in the jungle.
 
Popi is a female orangutans aged 9 months. Popi still lives in a cage at the Borneo Cop Clinic. Popi’s adorable and humorous behavior plus her spoiled attitude often make her reluctantly distant from me and other keepers. Popi preferred to be picked up and attached to us. It takes extra patience to persuade your little Popi to learn to climb trees. Every time we put her on a tree trunk, she just wants to climb a tree if we accompany her. Even if she climbs it, its only a few meters high and asked to climb down to be picked up. If we left her, Popi cried like a child feared to be left behind by her parents at school. Instead climbing on a tree, Popi preferred to be picked up and nibbled at the tree bark surrounding the forest school.
 
Although Popi still small, I found out that orangutan strength pretty amazing. The grip and bite are strong enough, beyond the bite of a small child. Like her other friends, Popi also nosy and like to bite us. If she upset, Popi is sulking and whining. Another case with her friends, if they’re upset they will bite or urinate while showing mocking facial expression. While asleep from exhaustion, Popi curled up and snored in the cot. Aftre the day before noon, Popi began to get excited and willing to walk on the ground, climbed into a tree and played with Happi.
 
Today, Popi looks very much enjoyed the forest school. Her innocent voice and expression kept us happy. Next time, dare to ride a tree and be more independent, OK Popi !!! (Dhea_Orangufriends)

POPI, SI KECIL YANG LUCU
Hari ini adalah hari yang cerah dan waktu yang tepat untuk sekolah hutan. Semua siswa sekolah hutan pun terlihat bersemangat untuk berangkat, tak terkecuali… Popi. Setelah kandang dibersihkan dan makan pagi, waktunya bermain dan belajar di hutan…

Popi adalah orangutan balita berjenis kelamin betina yang berusia 9 bulan. Popi masih tinggal di dalam kandang di klinik COP Borneo. Tingkah laku Popi yang menggemaskan dan lucu ditambah sikapnya yang manja sering membuatnya enggan jauh dari saya maupun keeper yang lain. Popi lebih suka digendong dan lekat dengan kami. Perlu kesabaran ekstra untuk membujuk si kecil Popi agar mau belajar memanjat pohon. Setiap kali kami menaruhnya di batang pohon, ia hanya mau memanjat pohon jika kita temani. Kalaupun dia naik, jarak panjatnya hanya beberapa meter saja dan langsung segera turun minta digendong. Jika ditinggal, Popi menangis layaknya anak kecil ketakutan ditinggal orangtuannya sekolah. Daripada naik pohon, Popi lebih senang digendong dan menggigiti kulit pohon di sekitarnya saat sekolah hutan.

Walaupun Popi masih kecil, ternyata saya baru mengerti bahwa kekuatan orangutan itu luar biasa. Cengkraman dan gigitannya cukup kuat, melebihi gigitan anak kecil. Seperti teman-temannya yang lain, Popi pun suka usil dan menggigit kami. Jika sedang kesal, Popi bisa ngambek dan merengek. Lain halnya dengan teman-temannya, jika sedang kesal mereka menggigit ataupun mengencingi sambari menunjukkan ekspresi wajah mengejek. Sewaktu tertidur karena kecapean, Popi meringkuk dan mendengkur di ranjang gantung. Setelah hari menjelang cukup siang, Popi mulai bersemangat dan mau berjalan di tanah, naik ke pohon dan bermain dengan Happi.

Hari ini, Popi terlihat sangat menikmati sekolah hutan. Suara dan ekspresinya yang polos tak henti-hentinya membuat kami pun bahagia. Lain kali, lebih berani naik pohon dan lebih mandiri ya Popi!!! (A.Gasani_Orangufriends)

PERPETUATE DEBBIE IN A PHOTO FRAME 

Debbie is a ferocious female orangutan. Oops… ferocious? How can we not call her ferocious. All animal keepers who take care of enclosure 1 which is a quarantine cage had been thee victim. Not only human, the commodity barely missed by her.
    
Who know how many rolls of hoses are destroyed by Debbie. When the animal keeper sprayed water to clean the enclosure, in the blink of an eye, Debbie grabbed it and picked it up. Do not expect the hoses to be back in one piece.
 
Debbie is also very brave with the animal keeper. Clothes of the animal keeper been vandalized. Getting the grip of her hand was a terror while on duty at the enclosure 1. “Certainly, don’t be off guard when on duty in this quarantine cage,” said Reza Kurniawan, manager of COP Borneo orangutan rehabilitation center.
 
Reza himself had been injured on his back. “Perhaps Debbie wants to say hello to me. But that power, is very great.” Recalls  Reza.
 
Well, this is the biggest challenge to perpetuate Debbie with no visible bars as the foreground. A.k.a, Debbie’s face should be clearly visible. The condition of this cage is in the middle of the forest. The canopy of the trees looks fused, so the sunlight is difficult to break through. Borneo orangutan’s own hair is also darker than it’s relatives in Sumatra. Plus, this Debbie ferocity, make knees give away.
 
After pacing to find the right time and opportunity, finally… yes!” successfully photogaphing Debbie !!!” Wetty Rupiana smiling happy. (Dhea_Orangufriends)   

MENGABADIKAN DEBBIE DALAM SEBUAH FRAME FOTO
Debbie adalah orangutan betina yang ganas. Ups… ganas? Bagaimana tidak kami sebut ganas. Semua animal keeper yang mengurus kandang 1 yang merupakan kandang karantina pernah menjadi korbannya. Tak hanya manusia, barang-barang pun tak luput darinya.

Entah sudah berapa gulung selang yang hancur oleh Debbie. Saat animal keeper menyemprotkan air untuk membersihkan kandang, dalam sekejap mata, Debbie meraihnya dan mengambilnya. Jangan harap selang bisa kembali dalam keadaan utuh.

Debbie juga sangat berani dengan animal keeper. Baju yang dipakai animal keeper pun pernah menjadi korbannya. Mendapatkan cengkraman tangannya adalah teror tersendiri saat bertugas di kandang 1. “Yang pasti, jangan lengah sedikit pun saat bertugas di kandang karantina ini.”, ujar Reza Kurniawan, manajer pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo.

Reza sendiri pernah terluka di punggungnya. “Mungkin maksudnya Debbie ingin menyapaku. Tapi apa daya, kekuatannya besar sekali.”, kenang Reza.

Nah, ini adalah tantangan terbesar untuk mengabadikan Debbie tanpa terlihat jeruji besi sebagai latar depan. Alias, wajah Debbie harus terlihat jelas. Kondisi kandang 1 ini berada di tengah hutan. Kanopi-kanopi pohon terlihat menyatu, sehingga cahaya matahari sulit menerobos kandang. Rambut orangutan Kalimantan sendiri juga lebih gelap dibanding kerabatnya yang di Sumatera. Ditambah lagi, keganasan Debbie ini, bikin lutut bergetar.

Setelah mondar-mandir mencari waktu dan kesempatan yang pas, akhirnya… yes! “Berhasil memotret Debbie!!!”, senyum Wety Rupiana senang. (WET)

ACICIS NGO FAIR 2017

Tahun ini, Centre for Orangutan Protection hadir lagi di ACICIS NGO Fair 2017. ACICIS (Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies adalah non-profit konsorsium di Yogyakarta yang beranggotakan 24 universitas yang berada di negara Australia, Selandia Baru, Inggris dan Belanda. ACICIS pada setiap semester memfasilitasi mahasiswa asing yang menjadi anggota konsorsium untuk menjalani studi selama satu atau dua semester di instansi pendidikan Indonesia seperti Univestitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sanata Dharma dan Universitas Islam Indonesia (UII Yogyakarta).

Para mahasiswa ACICIS ini akan berkontribusi dengan lembaga lain seperti LSM atau organisasi lokal sebagai sukarelawan. COP sejak tahun 2013 sudah terbantu dengan bergabungnya para mahasiswa ACICIS ini. Relawan ini membantu dalam bentuk menterjemahkan artikel COP, ada juga yang fundraising, mereka juga melakukan kunjungan ke sekolah (school visit) maupun kegiatan pendidikan dan penyadartahuan tentang orangutan dan habitatnya.

Siapa pun kamu, bisa membantu perlindungan orangutan, satwa liar dan habitatnya dengan bergabung sebagai orangufriends. Apa saja yang bisa kamu bantu? Tentu saja sesuai dengan kemampuan dan keterampilan kamu. Ingin tahu lebih banyak tentang Centre for Orangutan Protection (COP)? Langsung datang ke Ruang Yustisia, lantai 2 University Club Hotel, UGM Yogyakarta ya. Rabu, 9 Agustus 2017 pukul 13.00 – 14.30 WIB. Ada merchandise COP juga yang layak untuk kamu koleksi. Save the Orangutan from Delete!

MISSION COMPLETED

The other begging orangutan with wound on the head, have been rescued and trans located to a conservation forest. The rescue operation itself was running smoothly.
As predicted before, the orangutan came down to kampong early morning and we were ready with tranquilizer gun. We attracted him away from people to avoid something goes wrong. It was take about 15 minutes only to sleep him and we did quick check and necessary treatment. We search any bullets in his body and thanks God, we didn’t find any. We gave him long lasting antibiotics to prevent infection on his head.
Now, he is safe and sound in the conservation forest. Let’s hope the Mother Nature cure him in the new home. By the way, do you have a name for him? Let us know what do you think.